Senin, 12 September 2016

CONTOH RINGKASAN TESIS KAMPUS IPDN 2913-2016



ANALISIS KEWENANGAN ATRIBUTIF 
KEPALA DISTRIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHANDI DISTRIK SELA 
KABUPATEN YAHUKIMO
PROVINSI PAPUA

ANALYSIS OF DISTRICT HEAD’ ATTRIBUTIVE AUTHORITY IN THE GOVERNMENT IMPLEMENTATION IN DISTRICT OF SELA, REGENCY OF YAKUKIMO
 PAPUA PROVINCE

Ringkasan Tesis
Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Ujian
Guna Memperolehgelar Magister Sains

                                                  
                                                                   Di buat oleh
                    Timed Magayang
MAPD. 23.1651
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JAKARTA
2016



ABSTRAK


ANALISIS KEWENANGAN ATRIBUTIF KEPALA DISTRIK DALAM
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DISTRIK SELA
KABUPATEN YAHUKIMO
PROVINSI PAPUA

Oleh : TIMED MAGAYANG

Dosen Pembimbing I               : Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH. MH. MS
Dosen Pembimbing II              : Dr.Ir.Etin Indrayani, MT

Tema sentral penelitian ini adalah Analisis Kewenangan Atributif Kepala Distrik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua. Kewenangan atributif adalah Kewenangan yang berasal dari adanya penyerahan atau pemberian suatu kewenangan yang baru oleh suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Penyelenggaraan Pemerintahan Distrik adalah suatu aktivitas, kegiatan dan perbuatan yang dilakukan oleh petugas Aparat Sipil Negara di wilayah kerja Kepala Distrik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kewenangan Atributif dalam penyelenggaraan pemerintahan Distrik, untuk menjawab masalah penelitian, dibangun kerangka pikir dengan menggunakan wawasan peneliti serta konsep dan teori tentang : Kewenangan,  Atributif dan penyelenggaraan pemerintahan Distrik.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana penulis ingin menggambarkan dan menjelaskan tentang bagaimana penerapan Kewenangan Atributif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo. Penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data primer  dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara, serta data sekunder berupa laporan-laporan dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap objek penelitian dengan instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis SWOT secara deskriptif  kemudian ditafsirkan sehingga didapatkan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis ini menunjukan bhawa  Kewenangan Atributif kepala Distrik dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Distrik Sela belum maksimal menerapkan sesuai dengan Pasal 125 (ayat 1) Undang-undangNo. 23 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor19 Tahun 2009. Dari hasil penelitian ini, maka diharapkan pemerintah Kabupaten Yahukimo dapat menerapkan peraturan perundang-undangan secara konsis tentan papolitisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Kata kunci : Kewenangan, Atributif Kepala Distrik, Penyelenggaraan
Pemerintahan.


ABSTRACT
ANALYSIS OF DISTRICT HEAD’ ATTRIBUTIVE AUTHORITY IN THE GOVERNMENT IMPLEMENTATION IN DISTRICT OF SELA,
REGENCY OF YAKUKIMO
 PAPUA PROVINCE

Written By : TIMED MAGAYANG

Advisor I          : Prof.Dr.Ermaya Suradinata, SH, MH, MS
Advisor II       : Dr.Ir.Etin Indrayani, MT

This research’ central theme is Analysis of District Head’ Attributive Authority in the Government Implementation in District of Sela, Regency of Yakukimo, Papua Province. Attributive authority is an authority that comes from the graft of new authority by the provision of law, while District Head’ Government Implementation is activities and action conducted by the state officers in the work area of District Head. This research has an aim of analyzing the Attributive Authority in the implementation of District government and to respond the matter of research, structure of thought is build by using the knowledge of the writer as well as the concept and theory of” Authority, Attributive in the implementation of District Government.
This research is conducted using method of descriptive and qualitative approach where the writer would illustrate and explain about how is the manifestation of Attributive Authority in the implementation government of District of Sela in Yahukimo Regency. Data researches used in this research are primary and secondary data. Primary data is data gained from interview while secondary data is gained from reports and documentation. Data collected through observation and advanced interview toward the object of research using the major instrument of the research itself and the data was  analyzed in descriptive and interpreted to gain the conclusion/
            Based on the thiresearch, it shows that the Attributive Authority of District Head in the implementation of government in District has yet been implemented in accordance to Article 125 (verse 1) Law No. 23/2015 and Decree of Government Number 19/2009.
            From this research, it is expected the Regency government of Yahukimo will be capable of implementing the provision and law consistently without politicization in the government implementation in a certain regional work area.


Keywords : Authority, Attributive of District Head, Government Implementation  





PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Perubahan pelaksanaan pemerintahan dan kekuasaan sentralistik ke desentralistik merupakan suatu kemajuan dan perbaikan pengelolaan ketata pemerintahan  Indonesia untuk dapat mengurangi kesenjangan antara  pemerintah dan pemerintah daerah serta sosial masyarakat.
Terdapat perbedaan kedua paradigma ini pada proses penyelenggaraan pemerintahan , pembangunan dan pelayanan publik tidak semata-mata didasarkan pada pemerintah atau negara saja, tapi harus melibatkan seluruh elemen, baik itu  di intern birokrasi maupun masyarakat sebagai objek pembangunan.
Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah ini dapat berakibatkan pola distribusi kewenangan atributif Kepala Distrik menjadi ketergantungan pada pendelegasian sebagaian kewenangan pemerintahan dari bupati/walikota untuk dapat mengurus sebagian urusan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan umum sesuai peraturan perundangan undangan yang ada.
Perubahan kedudukan Distrik dari wilayah administrasi pemerintah menjadi lingkungan satuan kerja perangkat pemerintah daerah, memberikan peluang bagi daerah untuk mengembangkan kreativitasnya sesuai kebutuhan dan peluang serta potensi yang ada di daerah setempat.Perubahan paradigma otonomi daerah dari keseragaman menjadi keanekaragaman dalam kesatuan, juga memberi kesempatan daerah untuk mengatur isi otonomi sesuai karakteristik kewilayahannya, termasuk pengaturan mengenai kecematan yang ada dilingkup wilayahnya.Perubahan kedudukan Distrik bukan hanya menggembangkan kreatifitasnya saja namun perubah peran, kewenangan dan fungsinnya menjadi lembaga structural dari pemerintah kabupaten/kota, yang kewajiban utamanya menyelenggaraan pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat.
Walaupun ada perubahan paradigma,   selama ini Kepala Distrik dipolitisasi oleh kepala Daerah terkait pelimpahan kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota kepada kepala Distrik karena itu perlu dikaji yaitu: Pertama, adanya kemauan politik dari bupati/Walikota. Kedua kemauan politik dari pihak eksekutif dan legislative, Ketiga, kerelaan dari Dinas dan Lembaga Teknis Daerah untuk melimpahkan kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh Distrik melalui keputusan bupati/walikota. Keempat dukungan anggaran dan personil dalam menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan.Pelimpahan kewenangan tersebut untuk memberikan batasan yang jelas tentang kewenangan Kepala Distrik mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, memperpendek rentang kendali bupatil kepada Kepala kampung/kelurahan yang bermuara pada penguatan institusi Distrik karena kepala Distrik selalu berhadapan langsung dengan masyarakat.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut diatas maka kita mengacuh pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecematan adalah sebagai perangkat daerah dan pelaksana tugas kewilayahan dari makna tersebut dapat dijabarkan bahwa posisi Kepala Distrik sebagai Pembina kewilayahan dan penyelenggara pelayanan masyarakat sesuai fungsinya.
Kepala Distrik dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat Distrik dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah (Sekda).Dengan maksud pertanggungjawaban adalah pertanggungjawaban administratifnya. Dalam pengertiannya bahwa pertanggungjawaban melalui Sekretaris Daerah bukan berarti Kepala Distrik  menjadi bawahan secara langsung dari sekretaris daerah karena secara struktural Kepala Distrik berada langsung dibawah Bupati/Walikota karena Kepala Distrik berperan sebagai kepala wilayah kerja namun tidak memiliki daerah dalam arti daerah yang menjadi kewenangan, karena melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah Distrik, khususnya tugas-tugas atributif terutama dalam urusan koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah Distrik, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban, penegakan dan penerapan perundang-undangan yang belum dilakukan oleh pemerintah kampung/kelurahan. Karena itu  kedudukan Distrik berada dalam koordinasi Kepala Distrik sesuai tugasnya, maksud dari koordinasi tersebut untuk mencapai keserasian, kelarasan, keseimbangan, sinkronisasi dan integrasi keseluruhan proses pemerintahan yang di selenggarakan di Distrik guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan  Distrik yang efektif, efesien dan akuntabel namun selama ini Pemerintah dalam hal ini bupati kurang memberikan kewenangan kepada kepala distrik untuk melakukan tugas pemerintahan Distrik di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo.
Kepala Distrik sebagai perangkat daerah yang juga memilki kekhususan dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya terutama dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan azas desentralisasi.Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosial-kultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik dan budaya, mengupayakan terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun integrasi kesatuan wilayah Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia. Dalam hal ini, fungsi utama selain memberikan pelayanan kepada masyarakat,  juga melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah dan kepala Distrik juga sebagai koordinator.
Kewenangan atributif adalah Kewenangan yang berasal dari adanya penyerahan atau pemberian suatu kewenangan yang baru oleh suatu ketentuan peraturan perundang-undangan.Kewenangan atributif tersebut tidak terjadi distribusi kewenangan. Pada kewenangan atributif pelaksanaan dilakukan oleh pejabat yang menerima kewenangan yang baru  yang akan bertanggung jawab adalah di tangan pejabat administrasi negara yang menerima kewenangan baru itu.
Melihat pada sifat Kewenangan maka mempunyai dua sifat  yaitu kewenangan yang bersifat atributif dan bersifat distributif. Kewenangan yang bersifat atributif adalah kewenangan bersifat melekat maksudnya kewenangan yang langsung diberikan oleh undang-undang atau kewenangan asli (originalauthority).Sedangkan kewenangan yang bersifat distributif adalah kewenangan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan dan hanya bersifat sementara.
Adapun perbedaan antara kewenangan atributif dan kewenangan distributif adalah terletak pada pertanggung jawabannya, kewenangan atributif memiliki tanggung jawab yang melekat kepada aparat atau pejabat yang langsung ditunjuk oleh undang-undang.Sedangkan kewenangan distributif terbagi dua yaitu mandat dan delegasi, untuk mandat pertanggung jawabannya melekat pada pemberi wewenang dan untuk delegasi pertanngung jawabannya berpindah kepada seorang penerima wewenang.
Kepala Distrik sebagai pemimpin dan koordinator penyelengaraan pemerintahan pada wilayah kerja di Distrik yang dalam pelaksanaannya memperoleh kewenangan melekat (atributif) dan pelimpahan kewenangan / delegasi dan mandat (distributif) dari Bupati untuk mengkoordinasikan dan mengurus sebagian urusan otonomi daerah dan melaksanakan tugas umum pemerintah, namun secara fakta dilapangan tidak sama dengan mekanisme dan peraturan perundang undangan yang ada di Negara Indonesia, penyelenggaraan pemerintahan di daerah otomi baru selama ini semua urusan dipusatkan pada satu tangan sehingga melakukan semua keputusan dan memainkan kepentingannya (politisisasi) dan mengabaikan aturan yang menjadi kekuatan (power), bagi Kepala Distrik pada hal ada payung hukumnya sangat jelas Kepala Distrik selama ini dijadikan “ban serep” oleh para pejabat daerah dan lebih khususnya Kabupaten Yahukimo.
Hal tersebut menurut Abdul dan Hasbi (2015:93) menyatakan bahwa kekuasaan yang berpusat di satu tangan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi karena ia membuka peluang terjadinya kesewenang-wenangan dan korupsi.
Selain itu Kepala Distrik sebagai bawahan Bupati atau Satuan Kerja Perangkat Dearah, dengan demikian urusan pemerintahan, pembangunan, pelayanan kemasyarakatan lainnya di Distrik selayaknya ditangani langsung oleh Kepala Distrik karena wilayah kerjanya, untuk itu merupakan tanggungjawabnya dalam hal urusan yang menjadi kewenangan Kepala Distrik dan  Bupati hanya mengurus hal-hal yang strategis, tetapi sesuai pengamatan dilapangan berbeda bahwa semua urusan-urusan di Distrik selama ini ditangani langsung oleh kepala daerah dengan sistsim satu pintu padahal dalam urusan Pemerintahan tidak ada sistim tersebut sebenarnya menyerahkan urusan yang menjadi kewenangan Kepala Distrik harus diberikan karena kewenangan atributif merupakan kewenangan sah yang diberikan secara langsung melalui peraturan perunndang-undangan.
Distrik Sela sebagai Distrik administrative dari 51 Distrik di kabupaten Yahukimo dan merupakan sentra pemerintahan sesuai dengan apa yang di dicanangkan oleh bupati kabupaten Yahukimo maka perlu pembagian kewenangan untuk dapat meningkatkan kinerja dan etos kerja Kepala Distrik sebagai ujung tombak pemerintah daerah secara jelas dan tegas di dalam UU No. 23 Tahun 2015 Pasal 126 ayat (3) menyatakan bahwa Kepala Distrik menjalankan tugas umum pemerintah yaitu kewenangan atributif.  Sesuai dengan perundang-undangan tersebut bahwa Kepala Distrik menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang menyanggut bagaimana menerapkan dan penegakan peraturan perundang perundangan, pemeliharaan fasilitas umum seperti  gedung kantor Distrik di Distrik Sela dan fasilitas lainnya yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan umum, menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di tingkat Distrik, membina penyelenggaraan pemerintahan Kampung atau kelurahan dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pembuatan E-KTP,  KTP Nasional atau manual dan urusan administrasi lainya yang belum dikerjakan oleh kepala Kampung sangat jelas tugas kepala Distrik tersebut. 
Dalam proses  penyelenggaraan pemerintahan kepala Distrik sendiri tidak tahu tugas dan fungsinya  terutama kewenangan atributif.  Sebenarnya kewenangan tersebut sudah melekat karena merupakan kewenangan original/ asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara langsung dan sah (legal)  kepada Kepala Distrik sejak dilakukan pelantikan, karena itu yang bersangkutan bagaimanapun harus melaksanakannya,  ketidak tahuan kepala distrik mengenai tugas, fungsi dan kewenangan tersebut karena belum adanya pelatihan teknis mengenai tugas pokok dan fungsi kepala Distrik sebagai pemimpin pemerintahan di Distrik. 
Karena itu, hampir semua Kepala Distrik di Yahukimo selama ini kurang melaksanakan tugasnya dan lebih banyak tinggal di kota . Hal tersebut dapat berakhibat penyelenggaraan Pemerintahan  di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo telah terjadi kevakuman pada penyelenggaraan Pemerintahan distrik, ada beberapa dampak yang di rasakan oleh masyarakat Sela yaitu: Kepala Distrik sebagai pimpinan wilayah kerja Distrik tidak terlalu nampak dalam pelayanan karena itu masyarakat mendapatkan implikasinya ada beberapa kasus pernah terjadi yaitu : kasus kelaparan di Yahukimo pada Tahun, 2006.
Setiap Aparat Sipil Negara (ASN) memiliki hak dan kewajiban, secara universal karena dimana ia sebagai eksekutor dalam menjalankan tugas tersebut terdapat bunismen dan reword kepada bawahan termasuk kepala Distrik, jika melihat pada permasalah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Distrik Sela dan secara umum di Kabupaten Yahukimo, kurang melaksanakan kewajiban sebagai petugas lapangan atau pelayan masyarakat namun mereka terima hak tanpa melaksanakan kewajiban sebagai mana mestinya. Sejak lantik sebagai kepala Distrik sampai dengan sekarang bisa hitung dengan jari berapa kali turun di lapangan bukan berapa kali masuk kantor karena tidak ada aktivitas di kantor Distrik, rumput tutup dan sebagian bangunan sudah lapuk atau kantor tidak berfungsi sebagai  selayaknya kantor pemerintahan Distrik. Berbagai alasanpun dilontarkan, kepala Distrik untuk menjalankan tugas atau tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya diantaranya : belum adanya Dana Oprasional Kantor dan tunjangan tidak sesuai, belum berikan kewenangan, belum adanya fasilitas, belum ada petunjuk atau aturan yang jelas dari pemerintah, kurang ada komunikasi dan koordinasi. Selain itu juga bahwa rata-rata kepala Distrik menjabat adalah bukan latarbelakang pendidikan kepamongan tapi  non kepamongan atau sarjana umum/ berbeda jurusan serta tamatan sederajat dengan Sekolah Menengah Atas. Sumber daya manusia secara fakta di kabupaten Yahukimo masih ada atau lebih dari cukup namun belum menempatkan mereka yang professional dalam kepamongan untuk meningkat pelayanan dan pembangunan di daerah pedalaman atau daerah terpencil seperti Distrik Sela Kabupaten Yahukimo.
Fungsi utama pemerintah merupakan melayani (pelayan masyarakat) namun masyarakat yang ada di Kampung-Kampung di Distrik Sela belum memiliki KTP, akibatnya mereka tidak mendapatkan hak-hak lain selain itu  belum mendapatkan jatah beras rakyat miskin (RASKIN), belum memiliki rumah yang layak, belum merasakan pelayanan dan pembangunan oleh Pemerintahan Distrik bukan hanya kepala distriknya saja namun staf pegawai kantor Distrik juga belum aktif  bekerja di kantor Distrik.  Dampaknya juga pegawai medis/perawatpun sudah tidak aktiff pelayanan kepada masyarakat dan termasuk aktivitas pendidikanpun tidak berjalan gedung-gedung sudah lapuk dan anak sekolah tidak mendapatkan pendidikan dengan baik dari guru Aparat Sipil Negara (ASN).
Selama ini untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Perijinan lainnya masyarakat harus pergi ke ibu kota Kabupaten-Dekai, dengan biaya transportasi udara yang mahal dan jalan kaki berhari-hari bahkan sampai satu- dua minggu dan sebagian sakit setelah tibah di kota bahkan ada kasus kematian karena berbedaan suhunya. Hasil  wawancara kepada Kepala Distrik Sela,2015.
Fenomena-fenomena lain dalam ketidak optimalan kewenangan atributif dalam penyelenggaraan pemerintahan Distrik dengan tugas umum pemerintahan yang menjadi kewenangan atributif Kepala Distrik yaitu :
1.      Kepala Distrik belum memberdayakan masyarakat di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
2.      Kepala Distrik belum mengupayakan dalam hal memberika ketentraman dan ketertiban kepada masyarakat di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
3.       Kepala Distrik belum menerapkan dan menagakan peraturan perundang-undangan di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
4.      Kepala Distrik belum melaksanakan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum termasuk kantor Distrik yang sudah lapuk dan lain-lain Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
5.      Kepala Distrik tidak melaksanakan tugas dan fungsinya atau penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat Distrik di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
6.      Kepala Distrik selama ini tidak membina penyelenggaraan pemerintahan pada 16 Kampung di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
7.      Kepala Distrik sebagai kepala wilayah dan juga koordinator namun selama ini belum melaksanakan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat yang menjadi tanggungjawabnya dan juga tugas yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan pada 16 Kampung di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo.
Berdasarkan Permasalahan diatas penulis menarik suatu fokus masalah penelitian untuk menganalisis, mendeskripsikan dan mengidenfikasikan Kewenanngan Atributif  dalam penyelenggaraan pemerintahan Distrik. Dengan demikian judulnya Analisis Kewenangan Atributif Kepala Distrik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua”.

a.   Identifikasi Masalah
Dalam penyelenggaraan Pemerintah daerah dan pemerintah Distrik di era otonomi daerah tentunya tidak terlepas dari berbagai masalah  dalam proses pemerintahannya.  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasikan berbagai masalah yang berkaitan dengan judul penelitian ini sebagai berikut :
1.Kepala Distrik belum memberdayakan masyarakat;
2.Kepala Distrik belum mengupayakan dalam hal memberika ketentraman dan ketertiban kepada masyarakat;
3.Kepala Distrik belum menerapkan dan menagakan peraturan perundang-undangan;
4.Kepala Distrik belum melaksanakan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5.Kepala Distrik belum melaksanakan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

b.       Pembatasan Masalah
Berdasarkan fenomen-fenomena diatas dan melihat luasnya masalah yang diteliti, maka perlu pembatasan masalah untuk mempersempit ruang lingkup masalah-masalah yang telah kemukakan pada latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dalam penelitian ini difokuskan pada Analisis Kewenangan Atributif Kepala Distrik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua sedangkan lokusnya, di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo. Dengan demikian batasan masalah dalam penelitian ini dapat menggambarkan lingkup penelitian.Lingkup penelitian tersebut untuk dapat mempermudah pelaksanaan penelitian dilapangan nantinya.
c.       Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.   Bagaimana pelaksanaan kewenangan Atributif dalam penyelenggaraan pemerintahan di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo?
2.   Faktor-faktor apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan kewenangan Atributif di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo?

d.      Maksud dan Tujuan Penelitian
1.      Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasikan serta memperoleh gambaran yang berkaitan dengan “Analisis Kewenangan Atributif Kepala Distrik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua” Selain itu juga bermaksud untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan Distrik agar bagaimana penyelenggaraan pemerintahan di Distrik Sela dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
2.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian mengenai kewenangan atributif kepala Distrik dalam penyelenggaraan pemerintahan distrik di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo adalah :
1.      Untuk mengetahui pelaksanaan kewenangan Atributif dalam penyelenggaraan pemerintahan di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo;
2.      Untuk menganilisis dan mendeskripsikan Factor-faktor yang dihadapi oleh kepala Distrik dalam pelaksanaan kewenangan Atributif di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo.

3.Kegunaan Penelitian
a.Kegunaan Teoritis
Penelitian ini merupakan sarana sebagai aplikasi dari berbagai teori yang peneliti pelajari sehingga diharapkan agar hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan ataupun menambah pengetahuan bagi ekstensi perkembangan ilmu administrasi pemerintah daerah khususnya dalam penataan penyelenggaraan pemerintahan Distrik.
b.   Kegunaan Praktis 
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan atau kontribusi pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Yahukimo dalam penyelenggaraan pemerintahan Distrik  terutama dalam kebijakan mengenai kewenangan atributif kepala Distrik di pemerintahan Distrik.



II.  KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1.      Kewenangan
Ada banyak ahli yang membicarakan tentang teori kewenangan dan banyak ahli juga memberikan berbagai pendapat tentang kewenangan namun menurut kamus besar bahasa Indonesia,  yang dikutif oleh Anton Meliono dkk, (1989:101),  bahwa “kata kewenangan disamakan dengan kata wewenang, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan lain”.
Secara yuridis, pengertian wewenang adalah “kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum”. Indroharto, (1994:65).
“Kewenangan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan, kekuasaan dalam birokrasi pemerintah selama ini dipergunakan sangat sentralisitik dan eksesif. Semakin tinggi lapis hierarki jabatan seseorang dalam birokrasi maka semakin besar kuasanya dan semakin rendah lapisan hierarkinya semakin tidak  berdaya(powerless). Karena korelasi ini menunjukan bahwa penggunaan kekuasaan pada hierarki atas sangat tidak imbang dengan penggunaan kekuasaan tingkat bawah.Sentralisasi kekuasaan yang berada ditingkat hierarki atas semakin memperlemah posisi pejabat hierarki bawah dan tidak memberdayakan masyarakat yang berada di luar hierarki”.Thoha,( 2003 : 79).
Pendapat lain menurut Soekanto, (2003:91-92), membedakan antara kekuasaan dan wewenang bahwa:
“Setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pangkuan dari masyarakat”.

Masih menurut Soekanto, (2003:91-92), menyatakan bhawa kewenangan atau wewenang adalah ”suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik, namun sesunggunya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administrtif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu dari kewenangan. Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi”.
Menurut Syafrudin (2000:22),  berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang.Perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid)”. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan”.

Pendapat lain tentang pengertian wewenang menurut Stoud, (2004:4), dapat menjelaskan bahwa :
Bevoegheid wet kan worden omscrevenals het geheel van bestuurechttelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer.
(Wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hukum publik).
Menurut Stroink (dalam Abdul 2006:2019), menjelaskan bahwa “sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya.Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar”.
Menurut Miriam Budiardjo, (1982 : 36) “kewenangan adalah ketentuan yang bersumber pada normatif, konstitusi, sosial sebagai kritik pusat politik yang mempunyai hal untuk menggunakan kekuasaan”.
Sehubungan dengan luasnya urusan dan kompleksnya tugas-tugas pemerintahan, maka perlu adanya pelimpahan kewenangan.Menurut  Rosyidi, (1982 : 50), pelimpahan wewenang adalah "Penyerahan sebagian wewenang tertentu dari seseorang pejabat kepada pejabat lain. Pelimpahan wewenang erat kaitannya dengan penyerahan tugas".
Menurut M. Ryaas Rasyid, (1999 : 11), dapat menjelaskan mengenai pengertian kewenangan artinya :
1.      “Keleluasaan untuk menggunakan dana baik yang berasal dari daerahnya sendiri maupun dari pusat sesuai dengan keperluan daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat;
2.      Keleluasaan untuk menggali sumber-sumber potensial yang ada didaerahnya serta menggunakannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhannya;
3.      Keleluasaan untuk berprakarsa, memilih alternatif, menentukan prioritas dan mengambil keputusan untuk kepentingan daerahnya;
4.      Keleluasaan untuk memperoleh dana pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang memadai didasarkan atas kriteria obyektif dan adil”.

Pelimpahan wewenang mengandung sikap positif, oleh karena memberi semangat kepada bawahan untuk menerima tanggung jawab pemimpinakan menjadi ringan tugasnya dan bawahan merasa mendapat kehormatan dan kepercayaan untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut artinya bahwa dia merasa dihargai dan akan menimbulkan motivasi dan etos kerjanya.
Menurut Max Weber (1864:1922) dalam Budiarjo, (2007:64), menyebutkan ada tiga macam wewenang yaitu :
1.   “Wewenang tradisonal, yaitu : wewenang yang berdasarkan kepercayaan diantara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu adalah wajar dan patut dihormati;
2.   Wewenang kharismatik yaitu: berdasarkan kepercayaan diantara anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistik atau religious seorang pemimpin;
3.   Wewenang rasional-legal yaitu: berdasarkan kepercayaan pada tatan hukum rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpin”.

“Kewenangan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan dalam birokrasi pemerintah selama ini dipergunakan sangat sentralisitik dan eksesif. Semakin tinggi lapis hierarki jabatan seseorang dalam birokrasi maka semakin besar kuasanya dan semakin rendah lapisan hierarkinya semakin tidak  berdaya(powerless).Karena korelasi ini menunjukan bahwa penggunaan kekuasaan pada hierarki atas sangat tidak imbang dengan penggunaan kekuasaan tingkat bawah. Sentralisasi kekuasaan yang berada ditingkat hierarki atas semakin memperlemah posisi pejabat -hierarki bawah dan tidak memberdayakan masyarakat yang berada di luar hierarki” Toha, (2003 : 79).
Sesuai pendapat beberapa pakar diatas maka penulis dapat mengambil sintesa bahwa, kewenangan adalah kekuasaan yang sah, (legitimate power), dapat diperoleh melalui peraturan perundang-undangan dankekuasaan yang terlembagakan (instituzinalized power). Kekuasaan juga pada dasarnya merupakan kemampuan yang membuat seseorang atau orang lain untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Kewenangan dan kekuasaan pada prinsipnya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya atau saling terikat.

2.      Atributif (Atribusi, Delegasi dan Mandat)
Pilar utama dari Negara hukum yaitu asas legalitas, dimana asas tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang-undangan,  artinya bahwa badan atau pejabat pemerintahan menerima atau memiliki kekuatan (power)  tentang kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat berasal dari peraturan perundang-undangan untuk dapat melakukan atau tidaknya kewenangan yang diterima itu. Kewenangan tersebut harus berdasarkan ketentuan hukum yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah.Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut.
Hal tersebut menurut Stroink dalam Abdul, ( 2006:2019), menjelaskan bahwa “sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya.Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar”.
Dalam kaitannya dengan konsep atribusi, delegasi, dan mandat, Brouwer dan Schilder (1998:16-17),  menyatakan bhawa :
“With atribution, power is granted to an administrative authority by an independent legislative body. The power is initial (originair), which is to say that is not derived from a previously existing power. The legislative body creates independent and previously non existent powers and assigns them to an authority”.
 (Atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya.Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada orang yang berkompeten).

“Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one administrative authority to another, so that the delegate (the body that the acquired the power) can exercise power in its own name”.

(Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada orang lainnya sehingga delegator (orang yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya).

“With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to the body (mandataris) to make decision or take action in its name”. (Denganmandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya).

Menurut Wasistiono dkk, (2000:22), berdasarkan sumbernya kewenangan dapat menjelaskan dua kewenangan yaitu :
1.      ”Kewenangan Atributif, adalah kewenangan yang melekat dan diberikan kepada suatu institusi atau pejabat berdasarkan peraturan perundang-undangan,
2.      Kewenangan Delegatif adalah kewenangan yang berasal dari pendelegasian kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya. Pengertian dari kewenangan merupakan sebuah kekuatan (power) bagi seseorang untuk melaksanakan suatu keputusan dan tindakan berbuatan dalam aktivitasnya”.

Pelimpahan kewenangan delegasi Menurut Ridwan, (2006:107), ”Pelimpahan kewenangan dengan delegasi adalah penyerahan dari pejabat yang tinggi kepada yang lebih rendah berdasarkan ketentuan hukum. Sedangkan Pelimpahan kewenangan dengan delegasi harus didasarkan pada ketentuan hukum, karena dalam keadaan tertentu pemberi kewenangan dapat menarik kembali wewenang yang didelegasikan. Karena pelimpahan kewenagan dengan cara delegasi bukan pembebasan sepenuhnya, tetapi untuk keringanan dari suatu beban kerja. Beda dengan kewenangan atribusi, kewenangan dengan delegasi dituntut adanya dasar hukum sehingga pelimpahan kewenangan itu dapat ditarik kembali oleh pendelegasinya. Pelimpahan wewenang oleh organ pemerintah kepada organ lain untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Dalam penyerahan wewenang melalui delegasi ini, pemberi wewenang telah lepas dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain. Dan pelimpahan wewenang pemerintahan dalam bentuk delegasi terdapat syarat - syarat sebagai berikut :
1.      Delegasi harus bersifat definitif, delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang telah dilimpahkan;
2.      Delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;
3.      Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;
4.      Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegasi berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;
5.      Peraturan kebijakan (beleidstegel), artinya delegasi memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut”.

Menurut, Koontz (dalam Ero. H. Rosyidi, 1982 : 111), dapat dikemukakan bahwa Delegasi kekuasaan itu "is one of the most elementary and important managerial arts and delegation is one of the least well practiced managerial". "Kekuasaan itu harus dilimpahkan kepada wakilnya atau apa saja sebutannya, setingkat demi setingkat kepada bawahannya".
Pendapat lain tentang pendelegasikan menurut Wasistiono dkk, (2009:51), menyatakan bahwa “ pendelegasikan kewenangan adalah pelimpahan kewenangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang diberikan dari pihak atasan kepada bawahan dengan ketentuan :
1.      Kewenangan pendelegasian tidak beralih menjadi kewenangan si penerima delegasi;
2.      Penerima delegasi wajib bertanggungjawab kepada pemberi delegasi;
3.      Pembiayaan untuk melaksanakan wewenang tersebut berasal dari pemberi delegasi kewenangan”.

Berkaitan dengan pendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada kepala Distrik, menurut Wasistiono dkk, (2009:52), dapat dibedakan menjadi dua pola pendelegasian yaitu:
1.      Pola seragam, yaitu mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati/Walikota kepada Kepala Distrik secara seragam tanpa melihat karakteristik wilayah dan penduduknya khususnya untuk berpenduduk homogen;
2.      Pola beraneka ragam, yaitu mendelegasian sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati/ Walikota kepada Kepala Distrik dengan memperhatikan karakteristik wilayah dan penduduk masing-masing Distrik dalam pola tersebut ada dua macam kewenangan yang dapat didelegasikan : Pertama, kewenangan generik yaitu kewenangan yang sama untuk Distrik. Kedua, kewenangan kondisional yaitu kewenangan yang sesuai dengan kondisi dan penduduknya.

Menurut HD van Wijk/Willem Konijnembelt (dalam Ridwan, 2006:105),”mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya”.
Lanjut pendapat van Wijk/Willem Konijnembelt (dalam Ridwan, 2006:106)  menyatakan ”mandat merupakan suruhan (opdrach) pada suatu organ untuk melaksanakan kompetensinya sendiri, maupun tindakan hukum oleh mandans memberikan kuasa penuh (volmacht) kepada sesuatu subyek lain untuk melaksanakan kompetensi atas nama mandatnya. Jadi penerima mandat bertindak atas nama orang lain”.
Sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terutama pasal 22, 23 dan 24 dapat menjelaskan bahwa:
1.      Atribusi adalah pemberian kewenangan kepada badan dan/ atau pejabat pemerintahan oleh undang-undang dasar Negara Rebuplik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang;
2.      Delegasi adalah pelimpahan kewenangan kepada dari badan/dan atau pejabat pemerintah yang lebih tinggi kepada badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggungjawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi;
3.      Mandate adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan atau pejabat pemerintah yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintah yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada pemberi delegasi.
Selanjutnya delegasi sebagaimana di atur dalam pasal 13 ayat (1 s/d 7) dapat di uraikan sebagai berikut:
1.      Pendelegasikan kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.      Badan dan/atau pejabat pemerintahan memperoleh wewenang melalui delegasi apabila : a. Diberika oleh badan/pejabat pemerintah kepada badan dan/atau pejabat pemerintah lainnya. b. ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, peraturan presiden, dan/atau peraturan daerah, c.merupakan wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada;
3.      Kewenangan tidak dapat didelegasi, kecuali diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Rebuplik IndonesiaTahun 1945 dan/atau undang-undang;
4.      Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan lain sebagaimana diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mensub delegasikan tindakan kepda badan dan/atau pejabat pemerintahan lain dengan ketentuan:a. dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum wewenang dilaksanakan,     b. Dilakukan dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri, c. Paling banyak diberikan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan 1 (1) tingkat dibawahnya;
5.      Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memberikan delegasi dapat menggunakan sendiri wewenang yang telah diberikan melalui delegasi kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundan-undangan;
6.      Dalam hal pelaksanaan wewenang berdasarkan delegasi menimbulkan ketidak efektifan penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memberikan pendelegasian kewenangan dapat menarik kembali wewenang yang telah didelegasikan;
7.      Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui delegasi, tanggungjawab kewenangan berada pada penerima delegasi.

Sedangkan mandat sebagaimana telah dijabarkan sesuai dengan peraturan pemerintah bahwa:
1.      Badan dan/atau pejabat pemerintah memperolah mandate apabila : a. Ditugaskan oleh Badan dan/atau pejabat pemerintah diatasnya, b.Merupakan pelaksana tugas rutin;
2.      Pejabat yang melaksanakan tugas rutin sebagaimana maksut pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat defenitif yang berhalangan sementara, b. Pelaksana tugas melaksanakan tugas rutin dari pejabat defenitif yang berhalangan tetap;
3.      Badan dan/atau pejabat pemerintahan dapat memberikan mandate kepada Badan dan/atau pejabat pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
4.      Badan dan/atau pejabat pemerintah menerima mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau pejabat pemerintah yang memberikan
3.      Konsep Kecamatan/Distrik

a.       Kepadala Distrik dan Distrik
Mengenai penyebutan Kecamatan untuk Provinsi Papua sesuai dengan Undang-Undang  Nomor. 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, sebagaimana dijelaskan pada  pasal 1 huruf (k), bahwa  Distrik, yang dahulu dikenal dengan Kecamatan, adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan penyebutan Desa sesuai dengan undang-undang 21 Tahun 2001, pasal 1 huruf (l) bahwa Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten/Kota.
Jabatan kepala Distrik organisasi Distrik merupakan perangkat daerah yang khas, unik dan memiliki karakteristik berbeda dengan perangkat daerah maupun organisasi pemerintahan yang menyelenggarakan berbagai  urusan pemerintahan yang multi sektoral dan juga melaksanakan tugas-tugas kewilayahan (teritorial) karena kepala Distrik memiliki wilayah kerja namun secara administratif Distrik masuk dalam satuan kerja berangkat daerah. Dan juga Distrik merupakan salah satu entitas pemerintahan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat.
Untuk mendapatkan jabatan kepala Distrik atau menjadi pemimpin organisasi Distrik tergantung kepada Bupati/Walikota karena menjadi kewenangannya sesuai, UU No. 23 Tahun 2015, Pasal 224 ayat (2), menyatakan secara tegas bahwa Bupati / Walikota wajib mengangkat Kepala Distrik dari pegawai negeri sipil (Aparat Sipil Negara), yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.
UU No. 23 Tahun 2015, pasal 224 ayat (2), telah memberikan kewenangan kepada kepala Daerah untuk memainkan perannya sebagai pejabat politik didaerah sehingga jabatan tersebut kepala daerah dapat dipolitisasikan terutama daerah otonomi baru. Pemerintah sebaiknya memikirkan kembali mengenai syarat pengangkatan kepala Distrik karena Bupati tidak mengangkat sesuai persyaratan diberikan oleh peraturan perundang-undangan karena lebih menonjolkan kepentingan, bukannya melihat kompetensi/ kepamongan dan pengalaman kerja yang harus diprioritaskan.
Syarat menjadi kepala Distrik yang telah disyaratkan oleh Peraturan Perundang-undangan tersebut khususnya daerah pemekaran /daerah otonomi baru (DOB) para kepala daerah lebih banyak menyalahgunakan syarat pengangkatan seorang kepala Distrik akibatnya kepala Distrik melalaikan tugas dan kewajibannya, karena seorang eksekutor sangat penting untuk memiliki kompetensi, atau pengetahuan teknis yang menjadi kekuatan dalam menyelenggarakan pemerintahan di Distrik. Kepala Distrik sebagai kepala wilayah maka yang jelas memiliki wilayah kerja dengan tugas pelayanan kepada masyarakat, memberikan ketertiban dan kenyamaan, penegakan peraturan perundang-undangan, mengerjakan sebagian tugas yang belum dikerjakan oleh kepala kampung, kepala Distrik juga sebagai pelayan tentu ia melayani dan memberdayakan masyarakatnya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan menyadarkan/mendidik masyarakat melalui pendidikan nonformal.
Dilihat dari karakteristik Distrik pekerjaannya, Distrik dikelompokkan kedalam unsur pelaksana, berbeda dengan dinas daerah yang merupakan unsur pelaksana teknis. Distrik boleh dikatakan unsur pelaksana kewilayahan, konsekuensinya Distrik merupakan garis terdepan dalam pemberian pelayanan pada Masyarakat, menurut Wasistiono dkk, (2009:20). Hal tersebut sejalan dengan paradigma mendekatkan pelayanan kepada masyarakat (close to customer) yang digunakan oleh swasta.
Menurut Dadang Solihin.(2002:37),“Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah atau Daerah Kota”.
Sedangkan menurut Doland D.Fagg dalam Nordhol, (1987:13), menyebutkan bahwa “Kecamatan mempunyai posisi yang penting karena camat sebagai kepala wakil terbawah pemerintah pusat dalam kedudukannya mewakili kebijakan pemerintah terhadap penduduk”.
Menurut UU No. 23 Tahun 2015, tentang pemerintah daerah terutama pada pasal 1 ayat (24), menyatakan bhawa kecamatan atau sebutan lain adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh Camat.
Sedangkan menurut PP No.19 Tahun 2008,  tentang kecamatan, pada pasal 1 ayat (5)   kecamatan atau sebutan lainnya adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah/kota.
Menurut Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2004, tidak disebutkan secara jelas mengenai status organisasi Kecamatan, apakah masuk ke dalam unsur staf (Sekretariat Daerah),unsur lini (Dinas Daerah) atau unsur Lembaga Teknis Daerah (Badanatau Kantor). Dilihat dari karakteristiknya,Kecamatan lebih tepat dikelompokan ke dalam unsur lini tetapi dengan nama unsur lini Kewilayahan,Camat menjalankan tugas pokok sebagai unsur lini yaitu,to do,to act  artinya kegiatan Camat berserta jajarannya bersifat oprasional,memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.
MenurutNordholt,(1987:23-24), ”jika dikaji tentang kecamatan berarti mencakup  tiga lingkungan kerja, yaitu:
1.      Kecamatan dalam arti kantor;
2.       Kecamatan arti wilayah dalam arti seorang camat sebagai kepala;
3.      Camat sebagai bapak  ”pengetua wilayah”.

Camat atau sebutan lainnya adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan diwilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh kewenangan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan (Atribusi) dan melalui Bupati/Walikota (delegasi/mandat) untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum Pemerintah, menurut pasal 1 ayat 9 PP. Nomor 19 Tahun 2008, tentang Kecamatan 
Camat merupakan pemimpin  organisasi kecamatan, koordinator dan penghubung antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan satuan kerja kecamatan serta masyarakat dan kewenangannya terbatas, dimana kewenangan tersebut tergantung kepada atasannya karena camat merupakan satuan kerja daerah.

Sedangkan dalam kewenanganya Camat sebagai perangkat daerah yang memiliki kewenangan delegatif seperti yang dinyatakan dalam UU Nomor 23 Tahun 2015 pasal 124 ayat (1), kecamatan dipimpin oleh seorang kepala kecematan yang disebut camat yang berada dibawa dan bertanggungjawab kepada Bupati/walikota melalui sekretaris Daerah selanjutnya Pasal 226 ayat (1), dalam melaksanakan tugas pemerintahannya sebagai perangkat daerah camat mendapatkan pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota, hal ini berarti bahwa kewenangan yang dijalankan oleh camat tersebut tergantung pada keinginan politis atau seorang Bupati/Walikota.

Setiap organisasi tentu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam struktur organisasi hal tersebut menurut Wasistiono, (2004:8), dapat menjelaskan mengenai pola penyusunan organisasi Distrik sebagai berikut:
1.      Pola seragam untuk semua Distrik;
2.      Pola anekaragam sesuai dengan besar dan luasnya kewenangan yang didelegasikan. Dengan dua Varian yaitu tanpa cabang dinas dan dengan cabang dinas”.
Pola organisasi Distrik yang serba seragam memiliki kelebihan maupun kelemahan yaitu:
1.   Kelebihannya :
a.    Mudah dalam pembuatannya
b.   Mudah dalam pengaturan dan pengendaliannya;
c.    Mudah dalam pembagian personil anggaran maupun logistik, karena  semuanya dibuat serba seragam.
2.Kelemahannya :
a.    Kurang responsif dengan kebutuhan masyarakat;
b.   Penyediaan personil, anggaran dan logistik tidak sesuai dengan kebutuhan nyata sehingga sulit untuk mengukur efektivitas dan efesiensi;
c.    Sulit mengukur kinerja organisasi kecamatan secara obyektif.
Kemudian pola organisasi kecamatan yang beraneka ragam memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu:
1.Kelebihannya :
a.    Lebih responsif terhadap kebutuhan pelayanan masyarakat;
b.   Kebutuhan personil, anggaran serta logistik dapat dihitung secara objektif dan rasional;
c.    Memudahkan dalam mengukur kinerja.
2.Kelemahannya:
a.    Memerlukan waktu dan tenaga didalam menyusunnya;
b.   Agak sulit dalam pengendalian dan pengawasan, kecuali digunakan teknologi informatika;
c.    Memerlukan personil yang dimiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa, kepala Distrik adalah pemimpin dan koordinator pemerintahan di Distrik,  yang memiliki kewenangan yang bersifat Atributif sedangkan Distrik  merupakan wilayah kerja Kepala Distrik yang berasal dari lingkungan kerja perangkat daerah.


b.      Kewenangan, Tugas dan Fungsi Kepala Distrik
Kepala Distrik sebagai pemimpin sekaligus koordinator pemerintahan kecamatan  yang menjalankan sebagian urusan otonomi daerah memiliki kewenangan yang  didelegasikan oleh bupati/walikota tapi juga kewenangan atributif yang merupakan kewenangan original yang melekat pada seorang camat sesuai perundang-undangan yang perlaku di sistem pemerintahan Indonesia.
Sedangkan kewenangan pemberian pelayanan kepada masyarakat, pengguna (users) maupun pengguna akhir (end users)sama yaitu masyarakat. Jenis pelayanan ini dapat dikategorikan sebagai pelayanan secara langsung (direct services), menurut Sadu Wasistiono, (2000:34-35 ).
Sedangkan dalam penyelenggaraan Pemerintahannya Camat memiliki kewenangan “atributif dan Delegatif sebagai salah satu organ pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia dan di tugaskan untuk mengkoordinasikan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya .   



Hal tersebut menurut Leonard D. White (dalam Inu Kencana 2011:187-188),dapat menjelaskan mengenai kewenangan koordinasi yaitu:
“Koordination is the adjustment of the parts to each ohter, and of the movement and operation of parts in time so that each can make its maximum contribution to the product of the whole”.
“Maksudnya koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok, sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil”.

Kewenangan delegatif menurut PP Nomor 19 Tahun 2008, tentang Kecamatan ditambahkan rambu-rambu kewenangan yang perlu didelegasikan oleh Bupati/walikota kepada camat untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:
a.    Perizinan;
b.   Rekomendasi;
c.    Koordinasi;
d.   Pembinaan;
e.    Pengawasan;
f.    Fasilitasi;
g.   Penetapan;
h.   Penyelenggaraan; dan
i.     Kewenangan lain yang dilimpahkan.

Pendelegasian kewenangan kecamatan, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip obyektif yang memiliki keterkaitan langsung dengan aspek-aspek yang mendukung keberadaan kecamatan tersebut, sebagai berikut:
1.      Kewenanganyang dilimpahkan ke kecamatan, hendaknya didasarkan pada karakteristik dan potensiyang dimilikinya;
2.      Kelembagaan pemerintahan kecamatan, dibentuk untuk dapat menjalankan fungsi, tugas dan kewenangan yang dimiliki kecamatan. Oleh karena itu, struktur, jumlah, dan substansi kompetensinya juga harus menyesuaikan dengan kewenangan dan karakteristik maupun potensi wilayahnya;
3.      Orientasi pelayanankepada masyarakat, hendaknya menjadi fokus atau arah dalam pelaksanaan kewenangan kecamatan. Baik dalam perspektif sebagai katalisator yang menghubungkan proses pelayanan masyarakat dengan urusan pemerintah kabupaten/kota, maupun pelayanan yang bersifat final di tingkat kecamatan;
4.      Dukungan fasilitas dan sumber dayayang memadai, hendaknya diberikan kepada kecamatan secara proporsional sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Sebagai bentuk implikasi dari adanya prisnip-prinsip seperti di atas, maka kewenangan kecamatan tidak lagi bisa diseragamkan, baik jenisnya, besarannya, maupun kapasitas kompetensinya. Begitu pula halnya dengan kelembagaan dan dukungan sumber dayanya juga tidak dapat lagi diseragamkan, karena hal ini akan sangat tergantung kepada kapasitas dari kewenangan yang dilimpahkan kepadanya.
Susunan Organisasi yang sesuai dengan kewenangan yang dapat didukung oleh anggaran, personil, logistik yang memadai terutama sesuai kemampuan keuangan daerah.



Untuk proses penyelenggaraan pemerintahan Distrik Bupati sebagai pengambil kebijakan publik maka mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Distrik agar kepala Distrik melaksanakan pelayanan prima kepada masyarakat dan pada akhirnya masyarakat sejahtera.

Pendapat lain mengenai keberadaan kecematan, Menurut Fernanda, (2015:1) menyatakan bahwa:
Keberadaan kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat daerah tidak mungkin lagi diseragamkan dalam hal urusan dan fungsi pemerintahan, kelembagaan, maupun sumber-sumber daya organisasinya.Dengan kata lain, setiap unit organisasi pemerintahan kecamatan maupun kelurahan harus dirancang berdasarkan sasaran kapasitas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang sesuai dengan kondisi lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi masyarakat di dalam wilayah kerja masing-masing“.

Sedangkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004, pasal 2 ayat (2) mengemukakan kedudukan tambahan bagi camat yaitu sebagai koordinator pemerintahan di wilayah kerjanya. Kedudukan tambahan tersebut menimbulkan konsekuensi logis adanya kewenangan atributif lainnya yakni mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintah baik instansi vertikal maupun dinas daerah yang ada di wilayah kecamatan.
Keputusan Menteri dalam negeri Nomor 158 Tahun 2004, tentang pedoman rincian sebagai kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati / Walikota kepada Kepala Distrik antara lain:
1.      Bidang pemerintahan;
2.      Bidang Ekonomi dan pembangunan;
3.      Bidang pendidikan dan kesehatan;
4.      Bidang social dan kesejahteraan Rakyat;
5.      Bidang pertahanan.

Kewenangan Atributif dalam Tugas Camat menurut Pasal 125 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2015 tenang Otonomi Daerah dan Pasal 15 ayat (1), PP. Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan disebutkan bahwa “Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:
1.      Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2.      Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
3.      Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
4.      Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5.      Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
6.      Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
7.      Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan”.
Kedudukan, tugas dan kewenangan camat yang berkedudukan dibawah bertanggungjawabkan kepada Bupati/walikota melalui sekretaris daerah sesuai peraturan perundangan yang telah diundangkan terutama pasal 15-22 PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang kecamatan yang mendapat tugas koordinasi dan tugas pelayanan umum lainnya yaitu:
1.   Adapun tugas  camat dalam mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat meliputi:
1.      Mendorongan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan pembangunan lingkup kecamatan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan di desa/kelurahan dan kecamatan/Distrik;
2.      Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit kerja baik pemerintah maupun swasta yang mempunyai program kerja dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan;
3.      Melakukan evaluasi terhadap berbagai pemberdayaan masyarakat diwilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit kerja pemerintah maupun swasta;
4.      Melakukan tugas-tugas lain dibidang pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan;
5.      Melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat diwilayah kerja kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan pemberdayaan masyarakat.
2.      Camat bukan hanya tugas mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat tapi juga  tugas mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum tugas tersebut diantaranya:
1.      Melakukan koordinatosi dengan kepolisian Negara Rebuplik Indonesia dan atau Tentara Nasional Indonesia mengenai program dan kegiatan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum diwilayah kecamatan;
2.      Melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada diwilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum masyarakat diwilayah kecamatan dan;
3.      Melaporkan pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban kepada Bupati/walikota.
3.      Camat juga diberikan tugas untuk mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan diantaranya :
1.      Melakukan koordinasi dengan satuan perangkat kerja daerah yang tugas dan fungsinya dibidang penerapan peraturan perundang-undangan;
2.      Melakukan koordinasi dengan satuan perangkat daerah yang tugas dan fungsinya dibidang penegakan peraturan perundang-undangan dab atau kepolisian Negara Rebuplik Indonesia dan;
3.      Melaporkan pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan diwilayah kerja kepada Bupati/Walikota.
4.   Mengkoordinasikan pemilaharaan prasana dan fasilitas pelayanan umum meliputi:
1.      Melakukan koordinasi dengan  satuan kerja perangkat daerah atau instansi vertical yang tugas dan fungsinya dibidang prasarana dan fasilitas pelayanan umum
2.      Melakukan koordinasi dengan pihak swasta dalam pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum dan;
3.      Melaporkan pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan diwilayah kecamatan kepada bupati/walikota
5.      Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahh tingkat kecamatan yaitu:
1.      Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertical dibidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
2.      Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertical dibidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
3.      Melakukan evaluasi penyelenggaraan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan dan;
4.      Melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan kepada Bupati/walikota
6.      Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan diantaranya adalah :
1.      Melakukan pembinaan dan pengawasan tertiban administrasi pemerintahan desa dan/atau kelurahan
2.      Memberikan bimbingan, supervise, fasilitas dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan
3.      Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap  kepala desa dan/atau lurah;
4.      Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan atau kelurahan
5.      Melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan
6.      Melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah desa dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintah desa atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada Bupati/walikota.
7.         Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat melaksanakan pemerintah desa atau kelurahan, tersebut diantaranya sbb:
1.   Melakukan  perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan
2.   Melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal diwilayahnya
3.   Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan
4.   Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat diwilayah kecamatan
5.   Melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat diwilayah kecamatan kepada Bupati/Walikota
Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh camat tidak dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena camat bukan lagi sebagai kepala wilayah tetapi camat sebagai Satuan Perangkat Daerah (SKPD). Tugas umum pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan, serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kewenangan koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk pelayanan secara tidak langsung (inderect services), karena yang dilayani adalah entitas pemerintah lainnya sebagai pengguna (users), meskipun pengguna akhir (end users) tetap kepada masyarakat.
Sedangkan mengenai susunan organisasi kecamatan / Distrik menurut PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang kecamatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      1 Sekretaris
2.       5 (lima) seksi
3.      3 (tiga) subbagian diantaranya:
1.Seksi Tata Pemerinatahan
2. Seksi Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan
3. Seksi Ketentraman dan Ketertiban umum.

Kepala Distrik adalah perangkat Daerah, Kepala Organisasi Distrik  dan koordinator pemerintahan di Distrik yang mendapat pelimpahan kewenangan atribut dari Undang-undang dan Bupati/Wali kota melalui Sekretaris Daerah untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab kepada Bupati melalui Sekda dilimpahkan kepadanya yang bersifat koordinatif kegiatan operasional yaitu memberikan pelayanan yang menyentuh kepada masyarakat secara langsung. Sedangkan prinsip pendelegasian dan aspek-aspek, pendukung mengenai keberadaan Distrik bukan hanya semau pusat dan peraturan perundang-undangan saja karena beberapa daerah yang diperlakukan kekhususan dan keistemewahan untuk itu, diperlukan pemerintah memperlakukan kekhususan dalam hal kewenangan penyelenggaraan pemerintahan Distrik termasuk kewenangan atributif.

 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalanannya sebuah penelitian. Adapun alur pikir dalam penelitian ini sebagai berikut.......



METODE PENELITIAN
Metode penelitian  ini adalah penelitian kualitatif dan medote analisis deskriptif dengan alat analisis SWOT. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menjelaskan secara komprehensif atau menyeluruh dan dalami mengenai Kewenangan Atributif Kepala Distrik Dalam Penyelenggaraan Pemerinatahan Di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua. Dan juga menemukan atau mencari fakta-fakta serta kebijakan publik  di Distrik Sela KabupatenYahukimo. Seluruh data diperoleh secara langsung dari informan dilapangan dengan menggunakan wawancara dan observasi secara langsung oleh peneliti.


HASIL PEMBAHASAN PENELITIAN DAN  ANALISIS

            Kabupaten Yahukimo merupakan salah satu Kabupaten di bagian Indonesia Timur yang berada dalam wilayah Administrasi Provinsi Papua. Ibu kota Kabupaten Yahukimo adalah Sumohai sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 namun secara faktanya ibu kota Kabupaten Yahukimo adalah di Dekai.
            Dengan luas wilayah Kabupaten Yahukimo 17.152 Km2 yang terbagi dalam 51 Distrik 517 Kampung dan 1 Kelurahan dengan penduduk berjumlah 328.712 jiwa dan kepadatan penduduk 13.33 jiwa/Km2. Penduduk terbanyak dan terpadat berada di Distrik Kurima, yaitu sebanyak 9.722 jiwa (4,25%) dengan kepadatan 20,02 jiwa/Km2 dan penduduk paling sedikit/kepadatan terendah adalah Distrik Duram sebanyak 2.227 jiwa (0,98%) dengan kepadatan penduduk dari 1,92 jiwa/Km2.
           
Tujuan penyelenggaraan pemerintahan di Distrik adalah menjalankan tugas dan fungisnya sesuai amanat perundang-undangan guna melayani, mengayomi, masyarakat dan mengkoordinir semua urusan pemerintahan pada satuan kerja perangkat Distrik dan menjadi menyambung atau penghubung pemerintah di Distrik. Terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan di Distrik Sela dan pada umumnya KabupatenYahukimo dengan mempelajari kinerja kepala Distrik untuk dikaji secara kritis terhadap faktor-faktor yang akan mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan Distrik  guna mencapai tujuan yang diharapkan bersama sesuai denga Visi dan Misi Kabupaten Yahukimo dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Pemerintah Kabupaten Yahukimo mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Pemerintahan Dari Bupati Kepada Pemerintah Distrik. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan isi kebijakan pemerintah. Penyelenggaraan Pemerintahan Distrik merupakan sebuah proses yang dinamis, dimana dalam aplikasinya dilapangan membutuhkan banyak pihak. Para pembuat kebijakan menginginkan agar tujuan, kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat melalui program yang nyata dalam memberdayakan masyarakat dan pembangunan kampung yang lebih baik bedasarkan kebutuhan masyarakat melalui kepala Distrik sebagai pemimpin di satuan kerja perangkat daerah (Distrik).

Hasil Analisis Strength Weaknesses Opporunity and Treath (SWOT)
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana metode yang digunakan untuk penelitian kualitatif menggunakan metode Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia dengan alat analisa SWOT. Penggunaan manajemen strategi dalam penelitian ini adalah sebagai alat untuk Analisis Kewenangan Atributif Kepala Distrik dalam penyelenggaraan Pemerinatahan Distrik Sela Di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua.Sebab fungsi dari pemerintah adalah untuk meningkatkan kulitas pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan.Kewenangan Atributif dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Distrrik adalah sebagai tolok ukur untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan terciptanya hubungan koordinasi kerja yang efektif. Analisa SWOT adalah proses merinci keadaan lingkungan internal dan eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam kategori Strengths, Weakness, Opportunitties, Threats, sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan strategi, langkah kebijakan, sehingga organisasi memiliki keunggulan meraih masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian dalam penelitian ini akan dilihat faktor-faktor  apa saja yang dipengaruhi terhadap Kewenangan Atributif kepala Distrik dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui kewenangan Atributif tersebut akan diolah kemudian ditentukan faktor kunci keberhasilan yang untuk selanjutnya ditentukan strategi yang mungkin dapat digunakan oleh Kepala Distrik guna meningkatkan Kualitas pelayanan dan pembangunan di Distrik Sela.
Sesuai dengan hasil  analisis  bahwa dari Penyerahan kewenangan atributif berada pada Kuadran I, yakni perkawinan antara kekuatan dan peluang,  menunjukkan bahwa  tujuan dan sasaran kewenangan atributif kepala Distrik  dapat dicapai dengan baik  (optimal) dengan memaksimalkan kekuatan  dan  peluang yang ada. Dalam hal ini kekuatan kunci dan kesempatan kunci sebagai strategi SO (Ekspansi).
Sedanhkan hasil analisis pada  IFAS (internal strategis Factors Analysis Summary) dan EFAS d(external Strategis factors Analysis Summary) adalah faktor-faktor strategis internal dan eksternal kewenangan atributif kepala Distrik dalam penyelenggaran Pemerintahan Distrik Sela di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua, telah diindefikasikan,  pada tabel IFAS dan EFAS disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) dalam penyelenggaraan pemerintahan Distrik Sela di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua. IFAS (internal strategis Factors Analysis Summary),dalam pemberian bobot masing-masing faktor, dapat menggunakan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan faktor-faktor terhadap posisi “Kewenangan Atributif kepala Distrik dalam penyelenggaraan pemerintahan Distrik di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua”, semua bobot tersebut jumlahnya tidak melebihi dari total skor 1,00 dan masing-masing rating adalah dengan memberikan skala mulai dari 4 sampai dengan 1.
Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari 1 sampai dengan 4 (sangat baik) dan membandingkannya dengan rata-rata kewenangan atributif nilainya adalah 4.
Dalam analisis IFAS (internal strategis Factors Analysis Summary) kekuatan point (1) penulis memberikan 0,15 dan rating 4 karena penyerahan kewenangan atributif  kepala Distrik dalam penyelenggaraan pemerintahan distrik memiliki pengaruh besar terhadap pelayanan dan pembangunan dimasyarakat. Contohnya, jika kelemahan pemerintah daerah tentang kewenangan Atributifnya sangat besar sekali dibanding dengan rata-rata organisasi kecamatan atau distrik, nilainya 1.Sedangkan jika kelemahan pemerintah daerah (kepala daerah) dibawah rata-rata nilainya adalah 4.
Dalam analisis IFAS (internal strategis Factors Analysis Summary) kekuatan poin (1) memberikan bobot 0,15 dan rating 4 karena penyerahan kewenangan atributif kepala Distrik merupakan pengaruh yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan distrik di kabupaten Yahukimo.
Dengan adanya penyerahan kewenangan atributif maka kinerja kepala Dsitrik akan meningkat dan membangun serta melayani masyarakat dengan baik bahkan meningkatnya mengoordinasikan sesuai kewenangan yang ada padanya.
Pada kekuatan poin (2) dengan bobot 0,15 dan rating 4 karena dengan adanya Penambahan Aparat Sipil Negara (staf di kantor Distrik) akan memberikan pengaruh yang besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pelayanan di Distrik.
Pada kekuatan poin (3) dengan  0,5 dan rating 3 karena dengan adanya   Meningkatkan kinerja  jasa pelayanan publik oleh staf dan kepala distrik kepada masyarakat sehingga memiliki KTP  dan lain sebagainya.
Pada kekuatan poin (4) penulis memberikan bobot 0,05 dan rating 3 karena dengan diperkuatnya UU/PERDA tentang kewenangan Atributif yang permanen, untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan di setiap distrik di daerah-daerah dan khususnya di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua.
Pada kekuatan poin (5) dengan bobot 0,05 dan rating 2 karena dengan meningkatnya dukungan Dana (Operasional kantor, tunjangan dll) akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam penyelenggarahan pemerintahan di Distrik oleh kepala Distrik.
Pada kekuatan poin (6)  dengan bobot 0,05 dan rating 3 karena dengan adanya lokasi kantor Distrik yang strategis atau ditengah kampung akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap akses dan keberadaan kantor Distrik.
Sedangkan dalam Kelemahan poin (1) dengan bobot 0,05 dan rating 2 karena dengan adanya kesulitanuntuk mendapatkan Sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang Pemerintahan khususnya putra daerah asli Seladan Papua akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan di Distrik. Jika tidak merekrut putra daerah maka pemerintah di Distrik tidak akan maju seperti daerah lain di Indonesia.
Pada kelemahan poin (2) dengan  bobot 0,05 dan rating 2 karena dengan Tenaga Kerja Staf di Distrik yang kurang seharusnya 30 orang sementara yang ada 1 orang staf hal ini akan memberikan pengaruh besar. Terutama mengatasi persoalan dikalangan masyarakat di daerah pedalaman dan adanya persaingan aspek pembangunan.
Pada kelemahan poin (3) dengan bobot 0,05 dan reting 4 karena kurang adanya promosi jabatan dan penempatan jabatan maka akan memberikan pengaruh yang besar yaitu masyarakat tidak menerima layanan atau produktivitas kerja dari aparat sipil negara, misalnya memiliki KTP, e-KTP dan lain sebagainya.
Pada kelemahan poin ke (4) dengan  bobot 0,05 dan reting 3 karena dengan belum meratanya penempatan tenaga staf kantor Distrik di daerah khususnya kabupaten Yahukimo akan memberikan pengaruh yang cukup terhadap jangkauan pelayanan kepada masyarakat di Distrik dimana beban kerja lebih besar dibanding kurangnya staf distrik.
Pada kelemahan poin ke (5)  dengan bobot 0,05 dan reting 4 karena dengan belum adanya pelayanan terpadu, SPM dan sejenisnya di Distrik hal ini akan memberikan pengaruh besar terhadap memberoleh layanan dari pemerintah Distrik dan kesejahteraan masyarakat bahkan pembangunan pada umumnya.
Pada kelemahan poin ke (6)  dengan bobot 0,05 dan reting 4 karena dengan anggapan (image/ mindsite) pemerintah daerah dan secara konstitusi pemerintah selama ini Distrik hanya satuan kerja perangkat daerah (SKPD), akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap image dalam penyelenggaraan pemerintahan di Distrik yaitu terkesan bawahan atau bagian dari staf sekda. Anggapan tersebut sangat dipolitisir dalam tubuh birokrasi itu sendiri sehingga kewenangan Atributif yang seharusnya telah melekat kepada kepala Distrik sebagai perwakilan pemerintah yang hadir ditengah masyarakat tidak pergigi lagi artinya seorang pemimpin Distrik namun tidak bisa berbuat banyak dalam hal-hal tertentu sementara seorang kepala Distrik tersebut selalu bersama dengan masyarakat. Image pemerintah dan sesuai konstitusi tentang kepala Distrik hanya pembantu pemerintah daerah bukan lagi kepala wilayah pemerintahan Distrik inilah yang membuat daerah pedalaman dan daerah pemekaran daerah otonomi baru (DOB) sulit mengambil kebijakan karena kewenangan terbatas peraturan perundang-undangan. Namun ada sebagian kewenangan yang melekat pada seorang kepala Distrik untuk melakukan sebagian tugas pemerintahan.
Sementara itu pada Matriks Space AnalisisDapat menunjukkan bahwa kekuatan rata-rata yang dimiliki adalah 2,33 sedangkan kelemahan rata-rata yang dimiliki adalah (-2,00). Hal tersebut menunjukkan bahwa Kewenangan Atributif Kepala Distrik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Distrik Sela di Kabupaten Yahukimo secara internal faktor kekuatan lebih dominan dibanding faktor kelemahan.
Peluang rata-rata adalah sebesar 2,50 sedangkan ancaman rata-rata sebesar (-2,16). Hal tersebut menunjukkan bahwa Kewenangan Atributif Kepala Distrik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Distrik Sela di Kabupaten Yahukimo secara eksternal faktor peluang lebih dominan dibanding faktor ancaman.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan penelitian  makaterdapat faktor-faktor  yang dapat menghambat pelaksanaan kewenangan atributif dalam penyelenggaraan pemerintahan di Distrik Sela Kabupaten Yahukimo-Provinsi Papua yaitu:
a.       Pembuatan  regulasi yang kurang jelas dari pemerintah daerah tentang penyelenggaraan pemerintahan  Distrik dan tugas pokok kepala Distrik.
b.      Kewenangan kepala Distrik untuk mengkoordinir masih kurang karena image pemerintah terhadap Distrik bahwa Distrik adalah Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) karena itu penyerahan kewenangan secara penuh sangat sulit dan dipolitisir
c.       Keberhasilan Penyelenggaraan Pemerintahan Distrik dan pemberdayaan masyarakat  kampung sangat ditentukan oleh pemimpin organisasi Distrik  yang memiliki kewenangan yang jelas dalam menyusun perencanaan program atau kegiatan kerja guna mewujudkan cita-cita dan harapan bersama untuk mensejahterahkan masyarakat dan negara.






Daftar Pustaka
Buku- Buku 
Dadang Solihin, 2002, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT.Gramedia, Jakarta.
Djam’an Satori, dan Aan Komariah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Alfabeta
Budi Priyanto,2008.Manajemen Pemerintahan. Tanggerang:Media Brilian.
Creswell, Jhon W.,1994, Reseach Design Qualitative and Quantative Approachs, Sage Publications Inc, Thousands Oak.California US.
Djam’an Satori, dan Aan Komariah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Alfabeta
David, Fred R. 2006. Manajemen Strategi Buku 1, Edisi kesepuluh. Jakarta : Salemba Empat.
Emzir, 2013,. Metodologi Peneletian Kualitatif, Analisis Data, Cetakan Ke-4, PT.Raja Grafindo Persada.
Fredy Rangkuti, 2008, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
F.A.M.Strink dalam Abdul Rasyid Thalib,2006, Wewenang Mahkama Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketata Negaraan Rebuplik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Haw.Widjajah, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Iskadir Chottob Imam Suhardjo, 200, Dari Sentralisasi Ke Otonomi,Stargraft, Bogor
Miriam Budiarjo, 2007, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi PT.Gramedia, Jakarta.
J.G.Brouwer dan Schilder,1998. A Survey Of Dutch Administrative Low,.Nijmegen:Ars Aeguilibri.
Maleong Lexi, 2015, Metodologi Peneletian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung
Mayer, Robert R & Ernert Grenwood, 1984, Rancangan Penelitiian Kebijakan Sosial, Rajawali Jakarta.
Miriam Budihadjo,(1982), Dasar-dasar Ilmu Politik,Gramedia,Jakarta
Rasyid, Muhammad Ryaas. (2002). Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. PT. Mutiara Sumber Widya. Bandung.
Riwu Kaho, 1997, .Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah  di Indonesia, Renika, Jakarta
Sugiyono, 2002,.Metode Peneletian Administrasi,  Alfabeta, Bandung
…………., 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.CV.Alfabeta, Bandung.
Syafie, Inu Kencana., 2011, Etika Pemerintahan. Penerbit: PT RINEKA    CIPTA, Jakarta.
Stout H.D., 2004,De Betekenissen Van De Wet, dalam Irfan Fachruddin,    PengawasanPeradilan Administrasi terhadap Tindakan      Pemerintah.Alumni, Bandung
Rasyid, Muhammad Ryaas. (2002). Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. PT. Mutiara Sumber Widya. Bandung.
Riwu Kaho, 1997, .Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah  di Indonesia, Renika, Jakarta
Ridwan HR, 2006,Hukum Administrasi Negara,PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Rosidin Utan, 2010, Otonomi Daerah dan Desentralisasi, Pustaka Setia, Bandung.
Rosidi.H.Ero, 1982, Organisasi dan Manajemen, Alumni Bandung
Rusidi, 2006, Penyelamatan Arsip/Dokumen Negara Pasca Gemba
                        (Catatan Kecil Relawan Penyelamatan Arsip/Dokumen Negara Akibat Gemba Bumi Tektonikdi Yokyakarta Tanggalm 27 Mei 2006)
Soehartono, Irawan, 2002, Metode Penelitian Sosial, PT.Remaja Rosda Karya.Bandung
Sugarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta
Sugiyono, 2002,.Metode Peneletian Administrasi,  Alfabeta, Bandung
…………., 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.CV.Alfabeta, Bandung
Toha, Miftah.1998., Deregulasi dan Debirokratisasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Kencana prenada Media Group, Jakarta.
Tohirin. (2012), Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wasistiono, S., 2002, Menata Ulang Kelembagaan   Kecamatan. Pusat       Kajian Pemerintahan STPDN, Penerbit,  PT. Citra Pindo, Bandung.
…………….,2004, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.Edisi Ketiga, Penerbit Fokusmedia, Bandung.
Wasistiono S. dkk, 2009, Perkembangan Organisasi dari masa ke masa, Fokusmedia, Jakarta

        Makalah/Jurnal
Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih dan Bertanggungjawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung 
Indroharto, 1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Citra Aditya Bakti. Bandung
Philpus Hadjon, 1986, Hukum Tata Negara dan Pembangunan Ekonomi, Seminar Fakultas Ilmu Hukum Se-Jawa dan Bali, di Universitas Jember. 
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya 
Zulpikar, Karakteristik Wilayah Sebagai Basis Pendelegasian Wewenang Kecamatan, PKPPA,Sumedang
Kristiadi, J.B,1997, Persfektif Administrassi Publik Menghadapi Tantangan Abad 21, Jurnal Administrasi dan Pembangunan, Edisi, Khusus, Volume I No. 2
Syafrudin, A., 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab. Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung, Universitas Parahyangan.
Yusuf Hariri, 2010, rekonstruksi Kedudukan Dan Peran Camat Dalam Rangka Implementasi Otonomi Daerah Di Kabupaten Sragen,Disertasi, Bandung

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pemekaran Kabupaten Yahukimo
Undang-undang Dasar Negara Rebuplik Indonesia Tahun 1945
PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Mengangkat, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2015 tentang Administrasi Pemerintahan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tentang Pedoman Organisasi Kecamatan

ANALISIS KEWENANGAN ATRIBUTIF KEPALA DISTRIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHANDI DISTRIK SELA KABUPATEN YAHUKIMO PROVINSI PAPUA

ANALYSIS OF DISTRICT HEAD’ ATTRIBUTIVE AUTHORITY IN THE GOVERNMENT IMPLEMENTATION IN DISTRICT OF SELA, REGENCY OF YAKUKIMO PAPUA PROVI...