Rabu, 20 Juni 2018

ETIKA APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DENGAN SISTEM NOKEN DAERAH PEGUNUNGAN TENGAH DI PROVINSI PAPUA PEGUNUNGAN

BAB I 
PENDAHULUAN


A.Latarbelakang

Melalui reformasi tahun 1998, peralihan kekuasan kepada rakyat sehingga rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi  setelah amandemen UUD 1945 terutama pasal 1 (ayat 2) Awalnya, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” (MPRRI) karena MPR sebagai mandataris rakyat atau lembaga tinggi negara. Sedangkan sesuai amandemen ke-1telah diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebelumnya reformasi kekuasaan menyerahkan kepada wakil rakyat yang duduk di parlemen namun melalui amandemen UUD 1945 tersebut beralihkan kekuasaan ke rakyat.
Karena itu,  Etika Aparat Sipil Negara seharusnya menjaga netralitas dalam dunia politik sesuai fungsi, tugas, dan peran.  Diantaranya adalah mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparat ASN berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui pelayanan publik (yang bersifat administratif) yang profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kekuasaan ditangan rakyat karena itu ASN hanya posisi indepen bukan pemain di arena politik praktis.   Jika melihat pada daerah pegunungan tengah sejak dimulainya pemilu dan Pilkada Tahun 2004-20017 keterlibatan ASN sangat dominan karena jual beli jabatan melalui kanditat atau partai politik secara terterangan. Hal ini membuat ASN yang menempatkan di SKPD adalah bukan karena kompetensinya namun ada faktor politisnya, kesukuan, kekeluargaan, dan kekampungan. Efektifitas dan kinerja pemerintah daerah menghambat, pelayanan, pembangunan serta akuntabilitasi administrasi birokrasi jauh dari harapan karena menempatkan pejabat eksekutif merupakan hasil kesepakatan politik sebelum menang pilkada. Etika Aparat Sipil Negara harusnya dijaga dan dipertahankan sebagai, penyelenggara negara yang seharusnya beridiri ditengah (independent) tidak memihak kepada salah satu Pasangan calon (PASLON) namun kenyataan ASN ikut permain didalam area politik mulai dari Tim sukses, relawan, ketua TPS, PPD, PANWAS dan relawan bayangan. 

 Kemudian diberlakukannya undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, salah satunya adalah pemberlakuan khusus dengan kearifan lokal bukan hanya ekonomi, sosial tapi juga politik sehingga respon baik dari pemerintah pusat dalam hal ini Mahkamah Konstitusi Rebuplik Indonesia (MK-RI) telah menetapkan pemilihan sistem Noken sebagai suatu kearifan lokal.
Wakil Pemerintah pusat di daerah maupun Kabupaten/kota di seluruh tanah Papua melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Kabupaten (DPRD), Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati, untuk memilih calon pemimpin yang sesuai dengan hati nuraninya masing-masing. Dalam proses pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati di wilayah Pegunungan Tengah dalam pemilihan umum, KPU Provinsi maupun Kabupaten/kota menggunakan peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum untuk semua tahapan. Dalam Peraturan perUndang-Undangan tersebut tidak diatur mengenai penggunaan “sistem noken” dalam pemilihan umum di Provinsi Papua khususnya di wilayah pegunungan tengah di Provinsi Papua.
Sistem noken adalah sistem pemilihan umum yang penggunaannya menggunakan noken yang digantungkan pada salah satu kayu dan digunakan sebagai pengganti kotak suara. Sistem noken ini bertumpu pada “Big Man” atau kepala suku/ketua suku. Seorang big man tidak sekedar sebagai pemimpin politik yang menentukan aturan yang harus diikuti oleh warga suku, tapi juga pemimpin ekonomi, sosial, dan budaya. Kekuasaannyapun bukan diperoleh dari keturunan, tapi karena pengaruh, karisma, dan warna kepemimpinannya yang disegani dan terkadang ditakuti. Terdapat hak dan kewajiban dikalangan big man dan warganya. Big man bertanggung jawab atas ketersediaan kebutuhan dasar warganya seperti makan, dan kesehatan, namun sebaliknya warga harus loyal dengan apapun keputusan big man.

 Sistem politik big man di Papua sudah berlangsung ratusan atau bahkan ribuan tahun Penerapan sistem noken dalam pemilihan umum dengan sistem big man terjadi pada momentum pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati. Pemilu ini merupakan simbol demokrasi yang menghendaki. “One man, one vote”dan one value” dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER). Jika sistem ini diterapkan maka big man akan kehilangan power-nya untuk mengendalikan sukunya karena setiap warga bebas mengambil keputusan sendiri untuk menentukan pilihannya. “Ketidak-kompakan” ini selain akan dapat menimbulkan konflik antar warga suku, juga akan membuat big man merasa kewenangannya untuk mengambil keputusan yang mengikat sukunya menjadi hilang, karena loyalitas warganya telah memudar. Ini juga akan dapat membuat sistem kehidupan mereka menjadi kacau dan berpotensi konflik lebih luas.

Sistem noken merupakan tradisi masyarakat adat Papua di wilayah pegunungan tengah. Hal ini berdasarkan pada apa yang di lapangan, bahwa seluruh proses pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati di wilayah pegunungan Papua tengah dilaksanakan menggunakan noken. Beberapa kabupaten yang menggunakan noken dalam pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati, sejak tahun 2004 hingga sekarang adalah Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan Jaya. Kabupaten-Kabupaten ini boleh dinamakan dengan “ Komunitas sistem noken”. Komunitas sistem noken adalah komunitas folklor yang memiliki komunalisme kolektif dan adat istiadatnya, seperti misalnya memiliki bentuk noken yang sama, secara geografis tinggal di pegunungan, lembah-lembah dan pedalaman dengan ketinggian rata-rata 3500 kaki di atas permukaan laut.
Sedang etika
 

B. Rumusan Masalah

a.              Bagaimana ASN menjaga Etika didalam penyelenggaraan Pemilu dan pilkada di daerah pegunungan tengah Provinsi Papua?
b.              Bagaimana Sistem Noken diterapkan dalam Penyelenggaraan Pemilu,  daerah pegunungan Tengah di Provinsi Papua ?
c.              Apakah Sistem Noken dalam Pemilu di Indonesia, sesuai dengan asas-asas Penyelenggaraan Pemilu ?

C. Tujuan
Berdasarkan latarbelakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak digambarkan dalam pembahasan esai ini adalah sebagai berikut :
a.    Untuk mengetahui etika  ASN didalam penyelenggaraan Pemilu dan pilkada di daerah pegunungan tengah Provinsi Papua
b.    Untuk menjelaskan Sistem Noken diterapkan dalam Penyelenggaraan Pemilu,  daerah pegunungan Tengah di Provinsi Papua
c.    Untuk dapat mengetahui tentang Sistem Noken dalam Pemilu di Indonesia, sesuai dengan asas-asas Penyelenggaraan Pemilu

  BAB II 
PEMBAHASAN
 
I. Etika ASN didalam penyelenggaraan Pemilulkada di daerah pegunungan tengah Provinsi Papua
ASN Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Aparat Sipil Negara memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Setiap Aparat Sipil Negera bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
Untuk menjamin agar setiap Sipil Negera selalu berupaya terus meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Sipil Negera, baik di dalam maupun di luar dinas.
Etika aparat Sipil Negara (ASN) harus berpatokan pada Sumpah/janji Aparat Sipil Negara  diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil. Dan UU Nomor 5 Tahun 2015 tentang ASN. Berdasar kedua perundang-undangan dan Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Aparat Sipil Negara perlu dijaga dengan etika dalam berorganisasi, bermasyarakat dan beretika juga terhadap diri sendiri secara komprehensif
Etika Aparat Sipili Negara yang perlu dijaga dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala Daerah dalah :
1.    Tidak terlipat dalam area politik baik secara sembunyi – sembunyi atau terang-terangan. Secara sembunyi misalnya tim sukses bayangan, tim sukses sukarela tapi ada jaminan politik. Sedangkan sembunyi-sembunyi misalnya memberikan sebuah Dana dengan perjanjian memberikan jabatan setelah menang. Oknum aparat sipil negara yang bersangkutan dengan pasangan calon yang tahu sedangkan masyarakat tidak tahu.
2.    Aparat Sipil Negara (ASN) tidak boleh mempengaruhi kepada masyarakat. Selama 13 tahun (2004-2017),  Aparat Sipl Negara lebih dominan terlibat didalam pesta demokrasi.  Aparat Sipil Negara kurang menunjukan kenetralannya karena ada faktor eksternal dapat mempengaruhi pada penembatan jabatan dalam Satuan Kerja.
3.    Memiliki prinsip terhadap sumpah janji jabatan (ASN) dan korps ASN

            Pemerintah selama ini belum mampu memberikan ketegasan secara Administrasi maupun pidana terhadap pelanggaran Aparat Sipl Negara (ASN) yang terlibat dalam politik praktis. Pemerintah daerah kurang berjalan sistem pemerintahannya secara efektif karena kepentingan politik diviruskan pada mesin birokrasi dan sistimnya. Kepekaan pemerintah pusat maupun  daerah selama 13 tahun belum mampu dapat mengidentifikasikan faktor apa saja membuat terjadinya keterlambatan pembangunan, baik infrastruktur, jalan, jempatan dan proyek-proyek terpengkalai dimana – mana.  Contoh : Di kabupaten Yahukimo,  daerah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya ini berumur 14 tahun, secara administratif pemerintahan sudah berjalan 10 tahun, namun dari tahun politiknya berakhir pada tahun 2016 proses pemerintahan belum berjalan secara efektif. Bupati lebih banyak waktu habiskan kota besar dan jarak masuk kantor. Sedangkan aparat sipil negara sebagian nonjob dan mereka yang dapatan jabatan jarang masuk kantor akhirnya fungsi-fungsi pemerintahan belum dapat berjalan.
Dimana aparat Sipil Negara bertahankan netralistas dengan etika kepegawaian semua pengaruh tidak baik yang masuk dalam birokrasi tidak mudah dipengaruhinya.



II.       Sistem Noken diterapkan dalam Penyelenggaraan Pemilu,  daerah pegunungan Tengah di Provinsi Papua

Noken (tas) adalah alat atau tempat untuk mengisi barang – barang bawaan masyarakat pegunungan tengah Papua. Noken memiliki nilai ekonomis dan multi fungsi bagi masyarakat pegunungan (pedalaman) sedangkan noken bagi masyarakat dianggap sebagai hiasan atau memiliki nilai seni. Noken adalah kehidupan, harapan dan tempat tidur yang nyaman untuk si buah hati. Noken memiliki nilai ekonomis karena setiap acara adat, pernikahan dan menyelesaikan suatu masalah maka yang akan dibayar adalah noken. Noken juga memiliki nilai seni karena setiap acara adat yang akan menggenakan adalah noken ditubuh setiap pria dan wanita baik tua atau muda. Noken berasal kulit kayu tertentu (penang-nilon) kemudian dihanyam oleh tangan seorang ibu yang kreatif, dimana seutas tali tersebut sambung-menyambung menjadi sebuah benda yang multi fungsi kegunaannya. Filosofi orang pegunungan tengah tentang noken adalah harapan, kehidupan dan kepercayaan diri bagi pria dan wanita dalam sosial masyarakat turun temurun. Noken dibuat dari hasil sumber daya alam didaerah pedalaman, sering masayarkat dianggap kaya dan tidak melihat dari banyaknya noken, cara atau kreatifitas menghanyam sebuah noken. Noken sendiri dibagi dalam tiga kategori  yang pertama Noken yang besar (ag) kedua sedang (agleng) dan ketiga kecil (ghweng agleng) dalam bahasa suku Kimyal.
Sebelumnya era demokrasi noken hanya dikenal sebagai tas yang sehari-harinya digunakan untuk mengisi barang-barang bawaan dan mengisi bayi yang  dibuat masyarakat asli Papua dari benang yang berasal dari kulit pepohonan. Seiring dengan berkembangan diera demokrasi setelah kembalikannya kedaulatan di tangan rakyat oleh pemerintah maka melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU), noken menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pemilukada di Papua, khususnya untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan.


Sistem noken adalah suatu sistem yang digunakan dalam Pemilu khusus untuk wilayah pegunungan tengah di provinsi Papua.

Komisi Pemilihan Umum (KPU), noken dianggap bagian penting dalam pelaksanaan pilkada Papua, khususnya untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan. Di dalam petunjuk teknis (Juknis) KPU Papua Nomor 1 tahun 2013, noken digunakan sebagai pengganti kotak suara. Karena noken sangat elatis, efektif dan kemudahan (efesien) dalam pembiayaan dibanging kotak suara yang besar, berat dan menjadi beban pembiayaan yang besar. Dalam penyelenggaraan pilkada dengan sistem noken yang perlu dilihat adalah Teknis dalam penggunaan sistem noken tersebut dan selama ini noken umumnya digunakan di Papua sehari-hariinya tapi noken dimasukan dalam fasilitas demokrasi hanya di bagian gunung.

1.    1. Teknis dalam penggunaan Sistem Noken

Semua pemilih yang mendapat kartu pemilih datang ke TPS. Didepan bilik disiapkan noken kosong. Jumlah Noken yang digantung disesuaikan dengan jumlah pasangan calon kepala daerah. Setelah dipastikan semua pemilih dari kampung yang bersangkutan hadir di TPS, selanjutnya KPPS meng-umumkan kepada pemilih (warga) bahwa bagi pemilih yang mau memilih kandidat, baris di depan noken nomor urut satu. Begitupun seterusnya. Setelah pemilih berbaris / duduk didepan Noken maka KPPS langsung menghitung jumlah orang yang berbaris di depan Noken, kalau misalnya 3 orang saja maka hasil perolehannya adalah 3 suara. Kalau misalnya semua Pemilih dari TPS / Kampung yang bersangkutan baris di depan noken nomor urut dua maka semua suara dari TPS / kampung yang bersangkutan “bulat”untuk nomor urut dua. Setelah itu KPPS langsung buat berita acara dan sertifikasi hasil perhitungan suara yang ditandatangani oleh KPPS dan partai politik untuk Pemilu.

  
2        Keabsahan
Sistem noken dianggap sah jika, Noken digantungkan di kayu dan berada dalam area TPS, pemilih yang hak suaranya dimasukan dalam Noken sebagai pengganti kotak suara harus datang ke lokasi TPS tempat dia berdomisili, dan tak bisa diwakilkan orang lain. Seusai pemungutan suara harus dibuka dan hitung ditempat itu dan surat suara itu harus dicoblos, tidak langsung dibawa seperti pemilukada sebelum-sebelumnya.
Sistem noken merupakan bagian dari kearifan lokal dalam demokrasi kemasyarakatan. Mahkamah Konstitusi (MK) pun mengakui dan mengesahkan dengan alasan Sistem Noken menganut sistem pemilihan Langsung, Umum, Bebas dan Terbuka (LUBET), sesuai dengan Keputusan MK Nomor: 47-48/PHPU.A-VI/2009 yang sesuai dengan pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang Undang"
Penerapan sistem noken dalam masyarakat adat ( pengertian noken dalam masyarakat adat, noken dalam berbagai suku bangsa di wilayah pegunungan Papua, nilai dan simbol noken bagi masyarakat pegunungan Papua, fungsi dan manfaat noken, nilai noken dalam hukum adat untuk memilih Pemimpin, perkembangan penerapan sistem noken dalam masyarakat adat), penerapan sistem noken dalam pemilu ( gambaran umum mengenai penyelenggara pemilu, pemilu sistem noken Papua, sistem noken dan big man), dan kesesuaian sistem noken dengan asas-asas penyelenggara pemilu (noken dalam kedudukan hukum, tinjauan sosial-antropologis tentang masyarakat adat, kesesuaian sistem noken dengan asas-asas pemilu).


 III.     Sistem Noken dalam Pemilu di Indonesia, sesuai dengan asas-asas Penyelenggaraan Pemilu
Dalam pelaksanaan Sistem Noken pada pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah di wilayah pegunungan tengah Provinsi Papua dari 6 asas  yang ada terdapat 5 asas pemilu selama 13 tahun. Diantaranya adalah langsung, umum, bebas, jujur dan adil. Selama ini hanya mengabaikan satu yang mengabaikan yaitu asas “rahasia” karena masyarakat memilih didepan umum atau lapangan terbuka bukan di tempat pemungutan suara (TPS) dan bukan isi didalam kotak suara namun didalam Noken  sehingga siapa saja dapat melihatnya.
Penerapan Sistem noken dalam penyelenggaraan pemilu di wilaya pegunungan tengah di Provinsi Papua menggunakan dua sistem dalam pemilihan umum yaitu sistem big man dan sistem gantung atau noken gantung. Sistem big man dilakukan dengan cara semua pemberian suara diserahkan kepada ketua adat atau kepala suku sedangkan sistem gantung atau noken gantung yaitu bahwa masyarakat datang sendiri ketempat TPS, melihat dan memasukan surat suara ke kantong partai yang sebelumnya sudah disepakati. Kedua sistem ini adil menurut kehendak mereka yang sesuai dengan kepercayaan dan adat-istiadat masyarakat di wilayah pegunungan Papua.
Sistem noken dalam sistem big man dan sistem gantung atau sistem ikat menurut hukum adat merupakan akomodasi dalam bermusyarawah dan mufakat, yang berdasarkan pada nilai-nila adat dan kearifan lokal dalam budaya masyarakat adat di wilaya pegunungan Papua. Proses musyawarah mufakat ini yang ditafsirkan sebagai demokrasi masyarakat adat Papua di wilayah pegunungan Papua. Kedua sistem ini diletakan dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia bertentangan dengan asas-asas pemilu yaitu asas langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER). Sistem big man yang bertentangan dengan asas-asas pemilu yaitu asas langsung dan rahasia. Asas langsung dalam sistem big man yang dimaksud adalah bahwa sistem big man tidak memberikan kebebasan kepada setiap masyarakat untuk melakukan pemilihan secara langsung melainkan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada seorang kepala suku untuk mewakili suaranya dalam mencoblos surat suara di TPS atas kesepakatan bersama. Sedangkan asas rahasia adalah siapapun yang dipilih oleh pemilih adalah rahasia yang hanya dia yang tahu, tetapi dalam sistem big man tidak mengenal asas rahasia karena masyarakat adat dalam memilih pemimpin harus secara terbuka dan transparan, tidak ada kerahasiaan dalam memilih pemimpin karena untuk kepentingan bersama.
Demikian halnya juga dengan sistem gantung atau noken gantung. Sistem noken gantung bertentangan juga dengan asas-asas dalam pemilu yaitu asas rahasia. Asas rahasia yang dimaksudkan dalam sistem gantung adalah bahwa siapapun yang di pilih oleh pemilih adalah rahasia yang hanya dia yang tahu, tetapi dalam sistem noken gantung semua pemilih datang bersama dan menyaksikan serta melihat untuk memasukan surat suara yang dicoblos di noken yang sudah digantungkan sesuai kesepakatan.
Untuk dapat dilaksanakan Sistem Noken dengan baik dalam pemilihan umum / pilkada di kabupaten / daerah pegunungan Papua maka perlu :
1.    DPR Pusat, dan DPRD serta pemerintah provinsi Papua dapat melegalkan dalam bentuk UU pemilu sitem noken bagi komunitas pemilu sistem noken. Terutama dalam suatu rancangan per Undang-Undang (RUU) atau Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Papua, dapat dimasukan dan dibahas dalam salah satu bab atau pasal tentang pemilu sistem noken.
2.    pemerintah daerah untuk memfasilitasi diskusi yang serius dan mendalam guna menemukan pola yang luhur dalam praktek penggunaan noken dalam pemilu.
lembaga masyarakat adat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) terutama yang peduli pada pembinaan dan pengembangan budaya lokal lebih giat lagi melakukan sosialisasi tentang sistem noken dalam pemilihan umum kepada masyarakat. Dan para penyelenggara pemilu di tingkat Pusat (KPU) untuk memberikan formulasi tentang petunjuk teknis JUKNIS dalam sebuah Produk PKPU yang lebih tegas, elamen dan aktif dalam rangka pendekatan kepada kelompok masyarakat yang hendak menggunakan noken dalam proses pemilu agar tidak lagi terjadi salah tafsir dan perilaku overlaping yang bisa memakan korban jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS KEWENANGAN ATRIBUTIF KEPALA DISTRIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHANDI DISTRIK SELA KABUPATEN YAHUKIMO PROVINSI PAPUA

ANALYSIS OF DISTRICT HEAD’ ATTRIBUTIVE AUTHORITY IN THE GOVERNMENT IMPLEMENTATION IN DISTRICT OF SELA, REGENCY OF YAKUKIMO PAPUA PROVI...