BAB I
PENDAHULUAN
A.Latarbelakang
Melalui reformasi
tahun 1998, peralihan kekuasan kepada rakyat sehingga rakyatlah
pemegang kekuasaan tertinggi setelah
amandemen UUD 1945 terutama pasal 1 (ayat 2) Awalnya, Pasal 1 ayat
(2) UUD 1945 berbunyi : “Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat” (MPRRI) karena MPR sebagai mandataris rakyat atau lembaga tinggi negara. Sedangkan sesuai amandemen ke-1telah diubah
menjadi “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebelumnya reformasi kekuasaan menyerahkan kepada wakil
rakyat yang duduk di parlemen namun melalui amandemen UUD 1945 tersebut
beralihkan kekuasaan ke rakyat.
Karena itu, Etika Aparat Sipil
Negara seharusnya menjaga netralitas dalam dunia politik sesuai fungsi,
tugas, dan peran. Diantaranya adalah mempererat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparat ASN
berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui pelayanan publik (yang bersifat administratif) yang
profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Kekuasaan ditangan rakyat karena itu ASN hanya posisi
indepen bukan pemain di arena politik praktis. Jika melihat pada daerah pegunungan tengah
sejak dimulainya pemilu dan Pilkada Tahun 2004-20017 keterlibatan ASN sangat
dominan karena jual beli jabatan melalui kanditat atau partai politik secara
terterangan. Hal ini membuat ASN yang menempatkan di SKPD adalah bukan karena
kompetensinya namun ada faktor politisnya, kesukuan, kekeluargaan, dan
kekampungan. Efektifitas dan kinerja pemerintah daerah menghambat, pelayanan,
pembangunan serta akuntabilitasi administrasi birokrasi jauh dari harapan karena menempatkan pejabat eksekutif merupakan hasil kesepakatan politik sebelum menang pilkada. Etika
Aparat Sipil Negara harusnya dijaga dan dipertahankan sebagai, penyelenggara
negara yang seharusnya beridiri ditengah (independent) tidak memihak kepada salah
satu Pasangan calon (PASLON) namun kenyataan ASN ikut permain didalam area
politik mulai dari Tim sukses, relawan, ketua TPS, PPD, PANWAS dan relawan
bayangan.
Kemudian diberlakukannya
undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, salah satunya
adalah pemberlakuan khusus dengan kearifan lokal bukan hanya ekonomi, sosial
tapi juga politik sehingga respon baik dari pemerintah pusat dalam hal ini
Mahkamah Konstitusi Rebuplik Indonesia (MK-RI) telah menetapkan pemilihan
sistem Noken sebagai suatu kearifan lokal.
Wakil Pemerintah
pusat di daerah
maupun Kabupaten/kota di seluruh
tanah Papua melalui Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menyelenggarakan pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Kabupaten
(DPRD), Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati
dan Wakil Bupati, untuk memilih calon pemimpin yang sesuai dengan hati
nuraninya masing-masing. Dalam proses pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden
dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati
di wilayah Pegunungan Tengah dalam pemilihan umum, KPU Provinsi maupun Kabupaten/kota menggunakan peraturan
perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum untuk semua tahapan.
Dalam Peraturan perUndang-Undangan tersebut tidak diatur mengenai penggunaan
“sistem noken” dalam pemilihan umum
di Provinsi Papua khususnya di wilayah pegunungan tengah di Provinsi Papua.
Sistem
noken adalah sistem pemilihan umum
yang penggunaannya menggunakan noken yang
digantungkan pada salah satu kayu dan digunakan sebagai pengganti kotak suara.
Sistem noken ini bertumpu pada “Big Man” atau kepala suku/ketua suku.
Seorang big man tidak sekedar sebagai
pemimpin politik yang menentukan aturan yang harus diikuti oleh warga suku,
tapi juga pemimpin ekonomi, sosial, dan budaya. Kekuasaannyapun bukan diperoleh
dari keturunan, tapi karena pengaruh, karisma, dan warna kepemimpinannya yang
disegani dan terkadang ditakuti. Terdapat hak dan
kewajiban dikalangan big man dan
warganya. Big man bertanggung jawab
atas ketersediaan kebutuhan dasar warganya seperti makan, dan kesehatan, namun
sebaliknya warga harus loyal dengan apapun keputusan big man.
Sistem
politik big man di Papua sudah
berlangsung ratusan atau bahkan ribuan tahun Penerapan sistem noken
dalam pemilihan umum dengan sistem big
man terjadi pada momentum pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil
Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil
Bupati. Pemilu ini merupakan simbol demokrasi yang menghendaki. “One
man, one vote”dan one value”
dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER). Jika sistem
ini diterapkan maka big man akan
kehilangan power-nya untuk
mengendalikan sukunya karena setiap warga bebas mengambil keputusan sendiri
untuk menentukan pilihannya. “Ketidak-kompakan” ini selain akan dapat
menimbulkan konflik antar warga suku, juga akan membuat big man merasa kewenangannya untuk mengambil keputusan yang
mengikat sukunya menjadi hilang, karena loyalitas warganya telah memudar. Ini juga
akan dapat membuat sistem kehidupan mereka menjadi kacau dan berpotensi konflik
lebih luas.
Sistem
noken merupakan tradisi masyarakat
adat Papua di wilayah pegunungan tengah. Hal ini berdasarkan pada apa yang di
lapangan, bahwa seluruh proses pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan
Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati di wilayah
pegunungan Papua tengah dilaksanakan menggunakan noken. Beberapa kabupaten yang menggunakan noken dalam pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil
Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati, sejak
tahun 2004 hingga sekarang adalah Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara,
Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Nduga, Kabupaten Intan Jaya. Kabupaten-Kabupaten ini boleh dinamakan dengan “
Komunitas sistem noken”. Komunitas
sistem noken adalah komunitas folklor yang memiliki komunalisme
kolektif dan adat istiadatnya, seperti misalnya memiliki bentuk noken yang sama, secara geografis
tinggal di pegunungan, lembah-lembah dan pedalaman dengan ketinggian rata-rata
3500 kaki di atas permukaan laut.
Sedang etika
B. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana ASN menjaga Etika didalam penyelenggaraan
Pemilu dan pilkada di daerah pegunungan tengah Provinsi Papua?
b.
Bagaimana
Sistem Noken diterapkan dalam
Penyelenggaraan Pemilu, daerah pegunungan Tengah di Provinsi Papua ?
c.
Apakah
Sistem Noken dalam Pemilu di
Indonesia, sesuai dengan asas-asas Penyelenggaraan Pemilu ?
C. Tujuan
Berdasarkan latarbelakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan yang
hendak digambarkan dalam pembahasan esai ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui etika
ASN didalam penyelenggaraan Pemilu dan pilkada di daerah pegunungan
tengah Provinsi Papua
b.
Untuk menjelaskan Sistem Noken diterapkan dalam Penyelenggaraan
Pemilu,
daerah pegunungan Tengah di Provinsi Papua
c.
Untuk dapat mengetahui tentang Sistem Noken dalam Pemilu di Indonesia, sesuai dengan asas-asas
Penyelenggaraan Pemilu
BAB II
PEMBAHASAN
I. Etika ASN didalam penyelenggaraan Pemilulkada di daerah
pegunungan tengah Provinsi Papua
ASN Sebagai unsur aparatur Negara dan
abdi masyarakat Aparat Sipil Negara memiliki
akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan
tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Setiap Aparat Sipil Negera bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan
dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah.
Untuk menjamin agar setiap Sipil
Negera selalu berupaya terus meningkatkan
kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan
perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Sipil Negera, baik di dalam maupun di luar
dinas.
Etika aparat
Sipil Negara (ASN) harus berpatokan pada Sumpah/janji
Aparat Sipil
Negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil. Dan UU Nomor 5
Tahun 2015 tentang ASN. Berdasar kedua perundang-undangan dan Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Aparat Sipil
Negara perlu dijaga dengan etika dalam berorganisasi, bermasyarakat dan
beretika juga terhadap diri sendiri secara komprehensif
Etika Aparat Sipili Negara yang perlu dijaga dalam penyelenggaraan
pemilihan umum dan pemilihan kepala Daerah dalah :
1. Tidak terlipat dalam area politik baik secara sembunyi –
sembunyi atau terang-terangan. Secara sembunyi misalnya tim sukses bayangan,
tim sukses sukarela tapi ada jaminan politik. Sedangkan sembunyi-sembunyi
misalnya memberikan sebuah Dana dengan perjanjian memberikan jabatan setelah
menang. Oknum aparat sipil negara yang bersangkutan dengan pasangan calon yang
tahu sedangkan masyarakat tidak tahu.
2. Aparat Sipil Negara (ASN) tidak boleh mempengaruhi kepada
masyarakat. Selama 13 tahun (2004-2017),
Aparat Sipl Negara lebih dominan terlibat didalam pesta demokrasi. Aparat Sipil Negara kurang menunjukan
kenetralannya karena ada faktor eksternal dapat mempengaruhi pada penembatan
jabatan dalam Satuan Kerja.
3. Memiliki prinsip terhadap sumpah janji jabatan (ASN) dan
korps ASN
Pemerintah
selama ini belum mampu memberikan ketegasan secara Administrasi maupun pidana
terhadap pelanggaran Aparat Sipl Negara
(ASN) yang terlibat dalam politik praktis. Pemerintah daerah kurang berjalan
sistem pemerintahannya secara efektif karena kepentingan politik diviruskan
pada mesin birokrasi dan sistimnya. Kepekaan pemerintah pusat maupun daerah selama 13 tahun belum mampu dapat
mengidentifikasikan faktor apa saja membuat terjadinya keterlambatan
pembangunan, baik infrastruktur, jalan, jempatan dan proyek-proyek terpengkalai
dimana – mana. Contoh : Di kabupaten
Yahukimo, daerah pemekaran dari
Kabupaten Jayawijaya ini berumur 14 tahun, secara administratif pemerintahan
sudah berjalan 10 tahun, namun dari tahun politiknya berakhir pada tahun 2016
proses pemerintahan belum berjalan secara efektif. Bupati lebih banyak waktu
habiskan kota besar dan jarak masuk kantor. Sedangkan aparat sipil negara
sebagian nonjob dan mereka yang dapatan jabatan jarang masuk kantor akhirnya
fungsi-fungsi pemerintahan belum dapat berjalan.
Dimana aparat
Sipil Negara bertahankan netralistas dengan etika kepegawaian semua pengaruh
tidak baik yang masuk dalam birokrasi tidak mudah dipengaruhinya.
II.
Sistem Noken
diterapkan dalam Penyelenggaraan Pemilu,
daerah
pegunungan Tengah di Provinsi Papua
Noken (tas) adalah alat atau tempat untuk mengisi barang
– barang bawaan masyarakat pegunungan tengah Papua. Noken memiliki nilai
ekonomis dan multi fungsi bagi masyarakat pegunungan (pedalaman) sedangkan
noken bagi masyarakat dianggap sebagai hiasan atau memiliki nilai seni. Noken
adalah kehidupan, harapan dan tempat tidur yang nyaman untuk si buah hati.
Noken memiliki nilai ekonomis karena setiap acara adat, pernikahan dan
menyelesaikan suatu masalah maka yang akan dibayar adalah noken. Noken juga
memiliki nilai seni karena setiap acara adat yang akan menggenakan adalah noken
ditubuh setiap pria dan wanita baik tua atau muda. Noken berasal kulit kayu
tertentu (penang-nilon) kemudian dihanyam oleh tangan seorang ibu yang kreatif,
dimana seutas tali tersebut sambung-menyambung menjadi sebuah benda yang multi
fungsi kegunaannya. Filosofi orang pegunungan tengah tentang noken adalah
harapan, kehidupan dan kepercayaan diri bagi pria dan wanita dalam sosial
masyarakat turun temurun. Noken dibuat dari hasil sumber daya alam didaerah
pedalaman, sering masayarkat dianggap kaya dan tidak melihat dari banyaknya
noken, cara atau kreatifitas menghanyam sebuah noken. Noken sendiri dibagi
dalam tiga kategori yang pertama Noken
yang besar (ag) kedua sedang (agleng) dan ketiga kecil (ghweng agleng) dalam bahasa suku Kimyal.
Sebelumnya era demokrasi noken
hanya dikenal sebagai tas yang sehari-harinya digunakan untuk mengisi
barang-barang bawaan dan mengisi bayi yang dibuat masyarakat asli Papua dari benang yang
berasal dari kulit pepohonan. Seiring dengan berkembangan diera demokrasi setelah
kembalikannya kedaulatan di tangan rakyat oleh pemerintah maka melalui Komisi
Pemilihan Umum (KPU), noken menjadi bagian penting dalam
pelaksanaan pemilukada
di Papua,
khususnya untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan.
Sistem
noken adalah suatu sistem yang digunakan dalam Pemilu khusus untuk wilayah pegunungan tengah di provinsi Papua.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), noken dianggap bagian penting dalam pelaksanaan pilkada
Papua, khususnya untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan. Di
dalam petunjuk teknis (Juknis) KPU Papua Nomor 1 tahun 2013, noken digunakan
sebagai pengganti kotak suara. Karena
noken sangat elatis, efektif dan kemudahan (efesien) dalam pembiayaan dibanging
kotak suara yang besar, berat dan menjadi beban pembiayaan yang besar. Dalam
penyelenggaraan pilkada dengan sistem noken yang perlu dilihat adalah Teknis
dalam penggunaan sistem noken tersebut dan selama ini noken umumnya digunakan
di Papua sehari-hariinya tapi noken dimasukan dalam fasilitas demokrasi hanya
di bagian gunung.
1.
1. Teknis dalam
penggunaan Sistem Noken
Semua
pemilih yang mendapat kartu pemilih datang ke TPS. Didepan bilik disiapkan
noken kosong. Jumlah Noken yang digantung disesuaikan dengan jumlah pasangan
calon kepala daerah. Setelah dipastikan semua pemilih dari kampung yang
bersangkutan hadir di TPS, selanjutnya KPPS meng-umumkan kepada pemilih (warga)
bahwa bagi pemilih yang mau memilih kandidat, baris di depan noken nomor urut
satu. Begitupun seterusnya. Setelah pemilih berbaris / duduk didepan Noken maka
KPPS langsung menghitung jumlah orang yang
berbaris di depan Noken, kalau misalnya 3 orang saja maka hasil perolehannya
adalah 3 suara. Kalau misalnya semua Pemilih dari TPS / Kampung yang
bersangkutan baris di depan noken nomor urut dua maka semua suara dari TPS /
kampung yang bersangkutan “bulat”untuk nomor urut dua. Setelah itu KPPS
langsung buat berita acara dan sertifikasi hasil perhitungan suara yang
ditandatangani oleh KPPS dan partai politik untuk Pemilu.
2 Keabsahan
Sistem
noken dianggap sah jika, Noken digantungkan di kayu dan berada dalam area TPS,
pemilih yang hak suaranya dimasukan dalam Noken sebagai pengganti kotak suara
harus datang ke lokasi TPS tempat dia berdomisili, dan tak bisa diwakilkan
orang lain. Seusai pemungutan suara harus dibuka dan hitung ditempat itu dan
surat suara itu harus dicoblos, tidak langsung dibawa seperti pemilukada
sebelum-sebelumnya.
Sistem
noken merupakan bagian dari kearifan lokal dalam demokrasi kemasyarakatan. Mahkamah Konstitusi (MK) pun mengakui dan
mengesahkan dengan alasan Sistem Noken menganut sistem pemilihan Langsung,
Umum, Bebas dan Terbuka (LUBET), sesuai dengan Keputusan MK Nomor:
47-48/PHPU.A-VI/2009 yang sesuai dengan pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam Undang Undang"
Penerapan sistem noken dalam
masyarakat adat ( pengertian noken dalam masyarakat adat, noken dalam berbagai
suku bangsa di wilayah pegunungan Papua, nilai dan simbol noken bagi masyarakat
pegunungan Papua, fungsi dan manfaat noken, nilai noken dalam hukum adat untuk
memilih Pemimpin, perkembangan penerapan sistem noken dalam masyarakat adat),
penerapan sistem noken dalam pemilu ( gambaran umum mengenai penyelenggara
pemilu, pemilu sistem noken Papua, sistem noken
dan big man), dan kesesuaian sistem
noken dengan asas-asas penyelenggara pemilu (noken dalam kedudukan hukum, tinjauan sosial-antropologis tentang
masyarakat adat, kesesuaian sistem noken dengan asas-asas pemilu).
III.
Sistem Noken dalam Pemilu di Indonesia, sesuai dengan asas-asas
Penyelenggaraan Pemilu
Dalam pelaksanaan Sistem Noken pada pemilihan umum dan pemilihan kepala
daerah di wilayah pegunungan tengah Provinsi Papua dari 6 asas yang ada terdapat 5 asas pemilu selama 13
tahun. Diantaranya adalah langsung, umum, bebas, jujur dan adil. Selama ini hanya
mengabaikan satu yang mengabaikan yaitu asas “rahasia” karena masyarakat
memilih didepan umum atau lapangan terbuka bukan di tempat pemungutan suara
(TPS) dan bukan isi didalam kotak suara namun didalam Noken sehingga siapa saja
dapat melihatnya.
Penerapan Sistem noken dalam penyelenggaraan pemilu di wilaya pegunungan tengah di Provinsi Papua menggunakan dua sistem
dalam pemilihan umum yaitu sistem big man
dan sistem gantung atau noken gantung. Sistem big man dilakukan dengan cara semua pemberian suara diserahkan
kepada ketua adat atau kepala suku sedangkan sistem gantung atau noken gantung
yaitu bahwa masyarakat datang sendiri ketempat TPS, melihat dan memasukan surat
suara ke kantong partai yang sebelumnya sudah disepakati. Kedua sistem ini adil
menurut kehendak mereka yang sesuai dengan kepercayaan dan adat-istiadat masyarakat di wilayah pegunungan
Papua.
Sistem
noken dalam sistem big man dan sistem
gantung atau sistem ikat menurut hukum adat merupakan akomodasi dalam
bermusyarawah dan mufakat, yang berdasarkan pada nilai-nila adat dan kearifan
lokal dalam budaya masyarakat adat di wilaya pegunungan Papua. Proses
musyawarah mufakat ini yang ditafsirkan sebagai demokrasi masyarakat adat Papua
di wilayah pegunungan Papua. Kedua sistem ini diletakan dengan penyelenggaraan
pemilu di Indonesia
bertentangan dengan asas-asas pemilu yaitu asas langsung, umum, bebas dan
rahasia (LUBER). Sistem big man yang
bertentangan dengan asas-asas pemilu yaitu asas langsung dan rahasia. Asas
langsung dalam sistem big man yang
dimaksud adalah bahwa sistem big man tidak
memberikan kebebasan kepada setiap masyarakat untuk melakukan pemilihan secara
langsung melainkan memberikan
kepercayaan sepenuhnya kepada seorang kepala suku untuk mewakili suaranya dalam
mencoblos surat suara di TPS atas kesepakatan bersama. Sedangkan asas rahasia
adalah siapapun yang dipilih oleh pemilih adalah rahasia yang hanya dia yang
tahu, tetapi dalam sistem big man tidak
mengenal asas rahasia karena masyarakat adat dalam memilih pemimpin harus
secara terbuka dan transparan, tidak ada kerahasiaan dalam memilih pemimpin
karena untuk kepentingan bersama.
Demikian halnya juga dengan sistem gantung atau noken gantung. Sistem noken gantung
bertentangan juga dengan asas-asas dalam pemilu yaitu asas rahasia. Asas
rahasia yang dimaksudkan dalam sistem gantung adalah bahwa siapapun yang di
pilih oleh pemilih adalah rahasia yang hanya dia yang tahu, tetapi dalam sistem
noken gantung semua pemilih datang bersama dan menyaksikan serta melihat untuk
memasukan surat suara yang dicoblos di noken yang sudah digantungkan sesuai
kesepakatan.
Untuk
dapat dilaksanakan Sistem Noken dengan
baik dalam pemilihan umum / pilkada di
kabupaten / daerah pegunungan
Papua maka perlu :
1.
DPR
Pusat, dan DPRD serta pemerintah provinsi Papua dapat melegalkan dalam bentuk UU
pemilu sitem noken bagi komunitas
pemilu sistem noken. Terutama dalam suatu rancangan per Undang-Undang
(RUU) atau Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Papua, dapat dimasukan
dan dibahas dalam salah satu bab atau pasal tentang pemilu sistem noken.
2. pemerintah daerah untuk
memfasilitasi diskusi yang serius dan mendalam guna menemukan pola yang luhur
dalam praktek penggunaan noken dalam pemilu.
lembaga
masyarakat adat atau lembaga swadaya
masyarakat (LSM) terutama yang peduli pada pembinaan dan pengembangan budaya
lokal lebih giat lagi melakukan sosialisasi tentang sistem noken dalam
pemilihan umum kepada masyarakat. Dan para penyelenggara
pemilu di tingkat Pusat (KPU) untuk memberikan formulasi tentang petunjuk
teknis JUKNIS dalam sebuah Produk PKPU yang lebih tegas, elamen dan aktif dalam
rangka pendekatan kepada kelompok masyarakat
yang hendak menggunakan noken dalam proses pemilu agar tidak lagi terjadi salah
tafsir dan perilaku overlaping yang
bisa memakan korban jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar